Balige, 20/10 (Antara) - Koordinator kelompok kerja lokal "IAS" Kabupaten Toba Samosir, Sebastian Hutabarat prihatin atas nasib siswa SLTA berprestasi yang terancam gagal mengikuti 'lomba parlemen remaja' di Jakarta hanya karena tidak didukung pemda setempat.
"Keberangkatan Elisabeth Sidabutar yang terpilih mewakili Sumatera Utara pada lomba parlemen remaja di Jakarta 25-29 Oktober, mestinya disupport Dinas Pendidikan Toba Samosir (Tobasa), sebab akan mengangkat citra daerah," ujar Sebastian di Balige, Minggu.
Menurut dia, Pemerintah daerah ataupun Dinas Pendidikan setempat tidak memberikan respon menggembirakan atas prestasi yang diraih Elisabeth menjadi salah seorang dari empat perwakilan Sumatera Utara dalam acara yang diselenggarakan DPR-RI berkerjasama dengan Universitas Indonesia Jakarta.
Bahkan, kata Sebastian, ketika Elisabeth didampingi Guru sekolahnya dari SMA Negeri 2 Balige beraudensi kepada Sekdakab Tobasa serta Dinas Pendidikan, mereka mendapat respons yang dinilai kurang lazim, seolah-olah merasa khawatir instansi bersangkutan dimintai bantuan materil.
Padahal, lanjut Bastian, kehadiran Elisabeth hanya sebatas meminta dukungan moral sebagai penyemangat agar mampu bersaing dengan 660 peserta lainnya dari berbagai wilayah di seluruh Indonesia.
Lomba parlemen remaja bertema dari pemuda untuk bangsa itu, diharapkan bisa memberikan ide ataupun gagasan para remaja tunas bangsa tentang peran nyata DPR dalam proses pembangunan nasional.
"Yang lebih menyedihkan, ucapan selamat atas prestasi yang dicapai Elisabeth sedikitpun tidak dicetuskan Kepala Dinas Pendidikan bersangkutan, sehingga hal tersebut dinilai sangat tidak lazim," ujar Sebastian.
Pandangan senada disampaikan pemerhati sosial dari Tobasa, Edward Tigor Siahaan yang menyebutkan dirinya merasa sedih atas
pendidikan yang terkesan kurang peduli dengan keberhasilan siswa berprestasi yang seyogianya harus didukung penuh oleh instansi terkait. Kejadian yang dialami Elisabeth, remaja berumur 16 tahun yang berasal dari Pematangsiantar itu, menurut Edward sangat mengusik, apalagi yang bersangkutan baru seminggu lalu mengalami musibah, ditinggal mati oleh Ayahandanya.
Secara psikologis,kata dia, hal tersebut merupakan tekanan berat bagi Elisabeth. Jika diibaratkan bola dalam aquarium, seketika akan melompat jauh saat dilepas secara tiba-tiba.
Edward menyebutkan, bersama sejumlah pemerhati dari komunitas "Toba Nature", mereka siap di garis depan dalam membantu anak-anak berprestasi yang teraniaya, dan secara langsung diwujudkan dengan menyerahkan sejumlah dana kepada Elisabeth guna mengikuti lomba remaja dimaksud.
Sementara itu, Elisbeth menyebutkan, dirinya sempat merasa kehilangan semangat. Pada saat berhasil meraih prestasi, namun tidak mendapat respon dan dukungan dari instansi pemerintah, sebagai satu-satunya lembaga yang menurutnya diharapkan dapat membantu.
"Saya sempat merasa trauma untuk berprestasi, sebab rasanya seperti percuma. Apalagi instansi yang dianggap bisa membantu, bahkan tidak perduli," katanya.
Guru SMA Negeri 2 Yayasan Soposurung Balige, Mekar membenarkan, ketika pihaknya menghubungi Dinas Pendidikan setempat, mereka tidak mendapat respon maupun tanggapan positip.
"Kami disuruh berkoordinasi dengan bidang kurikulum Dinas Pendidikan Tobasa, namun bidang yang bersangkutan tidak memberikan informasi jelas," kata Mekar. ***4*** (T.KR-JRD/B/N001)
(T.KR-JRD/B/N. Sunarto/N. Sunarto) 20-10-2013 16:43:31