Oleh Imran Napitupulu
Balige, 8/10 (Antara) - Pusat Latihan Opera Batak dari Kota Pematang Siantar, Sumatera Utara, mementaskan cerita "Perempuan di Pinggir Danau", berisi ajakan untuk menyelamatkan lingkungan Danau Toba.
"Pementasan opera ini mengusung tema lingkungan, perempuan dan air yang menceritakan proses terjadinya Danau Toba secara mitos, serta masalah yang muncul ketika pencemaran makin parah," kata Direktur Artistik Plot Thompson Hs di Balige, Selasa.
Dalam naskah opera tersebut, ada sebuah surat berasal dari masa depan (tingki na naeng ro) berpesan pada tahun 2050, manusia akan bekerja keras mencari air, bukan lagi mencari uang, sebab air akan sangat sulit diperoleh.
Thompson menyebutkan, pementasan yang digelar di TB Silalahi Convention Hall sejak 5 hingga 6 Oktober 2013, berkisah tentang bagaimana cara menyelamatkan kerusakan ekosistem Danau Toba yang menjadi danau vulkanik terbesar di Asia Tenggara tersebut.
Naskah opera Batak itu ditulis dalam bahasa Batak asli dengan judul 'Borua na di Topi Tao Toba' (Perempuan di Pinggir Danau) dan sekaligus disutradari oleh seorang warga negara German, Lena Simanjuntak.
Selain pementasan, kata Thompson, pihaknya juga menggelar diskusi dengan para pemerhati seni dalam setiap daerah yang dikunjungi, guna membahas perkembangan opera Batak, sebagai seni tradisi yang perlu dilestarikan.
Untuk itu, lanjutnya, mereka melakukan 'roadshow' di Indonesia sebagai bentuk 'sharing' dengan pemerhati seni tradisional. sebelum dipentaskan pada acara "Batak Day" di kota Koln Jerman, pada 2 November 2013.
Opera ini sudah dipentaskan di Medan pada 30-31 Agustus 2013. Selanjutnya, di Pematangsiantar pada 28 September 2013, Bandung 19 Oktober 2013, Yogyakarta 21 Oktober 2013, Taman Budaya Solo, 23 Oktober 2013, dan Jakarta 26 Oktober 2013.
Di samping itu, kata dia, naskah Opera akan diterbitkan dalam bentuk buku yang diterjemahkan dalam bahasa Inggris, Jerman, Indonesia, Batak Toba, dan aksara Batak, serta diluncurkan pada pertengahan Oktober 2013.
Thompson menyebutkan, dirinya tidak bisa membayangkan para perempuan yang bermukim di kawasan Danau Toba masih tega membersihkan bayinya dengan air kotor yang sudah tercemar, akibat campur tangan manusia yang kurang bijak mengelola air danau.
Sepintas, kata dia, hal tersebut memang dianggap sangat sepele. Tapi dampak air itu akan sangat terasa bagi kaum perempuan, karena seharusnya sumber-sumber air harus diperhatikan secara seksama, seperti lingkungan Danau Toba yang perlu diselamatkan.
Apalagi, menurutnya, Danau Toba akan dijadikan sebagai etalase taman bumi (geopark) nasional, yang selanjutnya akan diusulkan sebagai geopark internasional.
"Ini bukan sekadar kampanye lingkungan, melainkan peringatan keras dalam melestarikan Danau Toba, agar orang-orang yang mengkonsumsi airnya tidak sampai mengidap penyakit aneh, akibat berbagai kandungan zat-zat tidak sehat di dalamnya," ujar Thompson. (IN)