Parapat, 21/9 (Antarasumut) - Kalangan konsulatn lingkungan mengungkapkan kinerja setoran atas imbal jasa lingkungan Danau Toba hingga kini masih tergolong minim karena banyak perusahaan maupun pelaku usaha yang belum memiliki kepedudlian dan tanggung jawab atas dampak kerusakan lingkungan di danau terbesar di Asia itu.
"Padahal imbal jasa lingkungan atau "Paymaents for Environmental Services" merupakan salah satu regulasi lingkungan di Indonesia, ," ujar konsultan lingkungan daerah aliran Sungai Asahan Toba, Sumatera Utara, Robert Tua Siregar di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sabtu.
Diakuinya, regulasi yang mengatur tentang imbal jasa lingkungan masih bersifat sektoral, tidak komprehensip serta belum banyak didiskusikan.
Menurut dia, kebutuhan regulasi tentang jasa lingkungan dan imbal jasa akan memberi landasan hukum bagi terciptanya mekanisme insentif atau kompensasi ekonomis di antara penyedia (providers) dan pengguna jasa lingkungan.
Tujuan pengelolaan jasa lingkungan hidup, kata dia, untuk mewujudkan pengelolaan sumber daya alam yang berwawasan lingkungan dalam rangka mendukung pembangunan berkelanjutan.
Selain itu, menumbuhkan tanggung jawab dan kerja sama multi pihak dalam perlindungan dan pengelolaan hidup serta mengembangkan instrumen ekonomi maupun sumber daya alam di daerah.
Ia menyebutkan, hutan Indonesia luasnya berkisar 133 juta hektare, dan telah terdegradasi sekitar 59.7 juta hektare dengan laju degradasi 1.08 juta hektare per tahun serta lahan kritis sebesar 30.196.799,92 hektare.
Hutan dinilai sangat berperan dalam menyediakan sumber tenaga atau enegi dan merekatkan tingkat peradaban manusia antar generasi, serta merupakan otot bagi peradaban manusia itu sendiri.
Robert menambahkan, kemampuan ekosisitem hutan alam dalam menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan untuk menyangga kehidupan di muka bumi ini sangat besar.
"Jasa lingkungan yang dapat dihasilkan oleh ekosistem hutan tidak dapat digantikan oleh hasil teknologi yang mampu diciptakan umat manusia," katanya.
Sementara itu, Regional Fasilitator Strengthening Community Based Forest and Watershed Management (SCBFWM) Sumatera Utara, Khairul Rizal mengatakan bahwa analisis skema PES daerah aliran sungai (DAS) Asahan Toba, merupakan bentuk pembayaran publik dengan melibatkan semua pemangku kepentingan.
Dikatakannnya, DAS Asahan Toba ditujukan untuk upaya konservasi sumber daya lahan dan air, menggali dan mengembangkan potensi kearifan lokal dalam wujud partisipasi masyarakat, baik perorangan maupun kelompok.
"Imbal jasa lingkungan diberikan sebagai insentif berdasarkan kuantitatif dan kualitatif partisipasi masyarakat terhadap kelestarian sumber daya lahandan air yang dilaksanakan secara objektif, adil dan terbuka," ujar Khairul.(IN)