Jakarta, 12/7 (Antara) - Menteri BUMN Dahlan Iskan mengaku pasrah soal penyelamatan PT Merpati Nusantara Airlines (Merpati) yang hingga Jumat belum mendapatkan titik terang meskipun berbagai upaya sudah dilakukan.
"Saya pasrah soal kondisi Merpati dengan utang yang terus membengkak. Mungkin penyelematan perusahaan hanya bisa terjadi jika tiba-tiba malaikat turun ke bumi menghapuskan utang-utang Merpati," kata Dahlan di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta.
Upaya penyelematan Merpati sudah banyak dilakukan mulai dari penyuntikan dana, pengurangan karyawan, pemindahan kantor pusat, termasuk merestrukturisasi utang kepada kreditur swasta dengan mengkonversi utang (debt to equity swap) menjadi saham.
Namun, kata Dahlan, hingga kini belum menunjukkan perbaikan sehingga harus dicarikan opsi lain dengan mengundang investor untuk masuk Merpati.
Dahlan pun memberi waktu selama dua bulan bagi calon investor yang berminat membeli saham Merpati.
Meski demikian, Dahlan sepertinya tidak terlalu yakin dengan opsi mengundang investor karena investor akan melihat kondisi Merpati yang sebenarnya.
"Saya sendiri baru tahu, utang Merpati saat ini sudah mencapai Rp6,5 triliun, padahal beberapa waktu masih hanya Rp6 triliun," ujarnya.
Ia pun mengakui bahwa sebelumnya sudah pernah ada pengusaha nasional, Setiawan Djody, yang menyampaikan minat masuk Merpati. Akan tetapi, entah kenapa tidak berlanjut.
"Pastinya, pengusaha akan berpikir ribuan kali untuk masuk Merpati. Saya pun akan menolak jika dikasih Merpati kalau kondisinya masih seperti ini," ujarnya.
Pada akhir Desember 2011 Merpati memperoleh suntikan dana sebesar Rp561 miliar dari APBN. Namun, usulan suntikan tambahan sebesar Rp250 miliar pada tahun 2012 tidak terealisasi hingga saat ini.
Bahkan, belakangan Kementerian BUMN telah membentuk Tim Restrukturisasi. Namun, hingga kini tidak mampu mengembangkan perusahaan.
Adapun utang Merpati kepada sejumlah perusahaan meliputi PT Pertamina, PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, serta PT Perusahaan Pengelola Aset (PPA).
Selain itu, perseroan juga memiliki kewajiban dalam bentuk penerusan pinjaman (subsidiary loan agreement/SLA) kepada pemerintah, dan utang kepada swasta dan kepada para lessor (perusahaan penyewaan pesawat).(R017)