Jakarta, 15/6 (Antara) - Perekonomian Indonesia dapat tertular krisis yang terjadi di Amerika Serikat (AS) dan Eropa jika para pejabat politik dan ekonomi terlambat mengambil keputusan yang tepat menghadapi ancaman penularan tersebut.
Pasar modal dan pasar uang dapat menjadi pembuka terjadinya gejolak ekonomi yang berlanjut ke krisis ekonomi jika tidak ada penanganan cepat dan tepat. Tahun 1998, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS terpuruk tak terkendali hingga menembus Rp16.000 per dolar AS.
Sementara pada tahun 2008, perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat dihentikan selama beberapa hari karena indeks harga saham gabungan (IHSG) yang terus turun sehingga merugikan investor.
Depresiasi atau pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS juga terjadi beberapa hari terakhir. Nilai tukar rupiah yang sebelumnya di posisi sekitar Rp9.500 per dolar AS melemah hampir mendekati Rp10.000 per dolar AS.
Nilai tukar rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Rabu sore (12/6) bergerak melemah sebesar 20 poin menjadi Rp9.858 dibanding sebelumnya di posisi Rp9.838 per dolar AS.
Kondisi serupa juga terjadi pada pasar modal. Pada perdagangan Selasa (11/6), IHSG BEI ditutup pada level 4.609 poin, terjun bebas jika dibandingkan dengan posisi 20 Mei 2013 yang mencapai 5.214. Penurunan harga saham juga terjadi pada sejumlah BUMN yang tercatat di BEI.
Tercatat 10 BUMN yang sahamnya terkoreksi tajam yaitu, PT Bukit Asam Tbk ditutup Rp11,850 per lembar, turun 23,79 persen dari sebelumnya Rp15.550 per lembar. Saham PT Telkom turun 18,70 persen menjadi Rp10.000 dari sebelumnya, Rp12,300 per lembar, saham PT Semen Indonesia Tbk anjlok 18,18 persen menjadi Rp18.700, saham PT Bank BRI merosot 16,93 persen menjadi RP9.450, PT BNI ditutup pada posisi Rp5.400 anjlok 16,67 persen.
Selanjutnya saham PT Bank Mandiri merosot 14,9 persen menjadi Rp10.400, PT Garuda Indonesia turun 13,56 persen menjadi Rp590, PT Aneka Tmabang turun 13,53 persen menjadi Rp1.330, PT Jasa Marga turun 23,04 menjadi Rp6.900, dan PT Timah terkoreksi 12,21 persen menjadi Rp1.310 per lembar.
Direktur Utama (Dirut) PT BEI Ito Warsito mengemukakan sentimen negatif yang datang dari negara maju merupakan faktor yang mempengaruhi kondisi pasar modal domestik sehingga membuat IHSG mengalami koreksi cukup signifikan.
"Beberapa faktor yang mempengaruhi kondisi pasar kita datang dari eksternal, seperti rencana Bank Sentral AS (The Fed) yang akan mengurangi stimulus ekonominya memberi dampak negatif bagi pasar modal global, termasuk di Indonesia," ujar Ito Warsito.
Ia menambahkan ekonomi negara-negara Eropa yang juga masih dalam perbaikan, serta melambatnya ekonomi China menambah sentimen negatif bagi bursa saham global.
Menurut Ito, sentimen negatif dari dalam negeri juga tetap diwaspadai seperti melambatnya ekonomi domestik pada kuartal I 2013. Perekonomian Indonesia pada kuartal I 2013 tumbuh 6,02 persen, melambat dibanding periode sebelumnya (kuartal IV 2012) yang tumbuh 6,11 persen.
"Kondisi itu juga yang menjadi salah satu pendorong dana asing keluar dari pasar modal," kata dia.
Selain itu, Ito menambahkan masih defisitnya neraca perdagangan Indonesia menambah sentimen negatif di dalam negeri, hal itu harus diperhatikan oleh pemerintah.
Sementara itu pengamat ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menilai Latif Adam menilai pelemahan rupiah tersebut disebabkan oleh peningkatan impor dan pembayaran utang luar negeri oleh pemerintah maupun perusahaan yang secara umum dilakukan pada pertengahan tahun.
"Ini 'seasonal' (musiman) karena kebutuhan dolar tidak terpenuhi untuk membayar utang luar negeri," katanya.
Selain itu, Latif menjelaskan faktor-faktor lain di antaranya, neraca perdagangan defisit serta banyaknya investasi portofolio yang menurunkan "net selling" dalam pasar modal.
"Secara relatif, persaingan pasar modal menurun. Srtukturnya pun diisi pemain asing yang lebih dominan," katanya.
Ia menambahkan rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang tak kunjung diputuskan juga berdampak pada sikap investor yang cenderung "wait and see".
Menurut dia, langkah intervensi oleh Bank Indonesia (BI) cukup efektif dalam menangani depresiasi rupiah karena bisa memperbaiki kondisi psikologis investor sebagai jaminan perlindungan yang memberikan rasa aman.
"Biarkan saja BI itu intervensi karena memberikan dampak psikologis kepada investor dan dia merasa aman karena ada semacam perlindungan dari pemerintah di tengah-tengah gejolak ini," kata Latif.
Sementara itu Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo mengatakan pihaknya melakukan penguatan kebijakan moneter untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional atas dampak-dampak negatif dari sektor domestik maupun global.
"BI meyakini dengan penguatan kebijakan moneter ini adalah suatu komitmen BI untuk menjaga stabilitas ekonomi kita," kata Perry Warjiyo.
Perry menyampaikan penguatan kebijakan moneter yang telah dan akan dilakukan BI, yakni dengan menerapkan bauran kebijakan antara lain, suku bunga, intervensi rupiah, makroprudensial, Fasbi, dan format Forum Koordinasi Stabilitas Sistem Keuangan (FKSSK).
Selain itu, BI akan melakukan langkah-langkah pendalaman pasar valuta asing serta rupiah, termasuk pertimbangan untuk pengayaan instrumen moneter, termasuk di dalamnya memungkinkan term deposit rupiah untuk diperdagangkan.
Menurut Perry, fokus BI dengan berbagai kebijakan moneter itu adalah untuk menyikapi tekanan pada sistem keuangan dan pasar modal, serta mengatasi dan memitigasi kenaikan ekspektasi inflasi maupun nilai tukar rupiah.
Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengatakan peran FKSSK akan terus ditingkatkan dalam menghadapi perkembangan ekonomi global beberapa hari terakhir ini.
"Dalam menghadapi perkembangan global, kami akan melanjutkan koordinasi yang semakin baik dalam FKSSK, yang telah teruji selama seminggu ini," kata Mahendra.
Mahendra mengatakan empat otoritas yang tergabung dalam FKSSK yaitu Kementerian Keuangan, BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) telah melakukan koordinasi untuk menjaga stabilitas sistem keuangan.
"Kami saling melakukan komunikasi yang intensif dan koordinasi yang baik, dari masing-masing lini yang ditangani oleh keempat institusi anggota FKSSK. Dengan demikian kita bisa saling mengisi dan memperkuat," katanya.
Mahendra menambahkan terkait pengamanan Surat Berharga Negara yang bergejolak akibat pelemahan di bursa regional, FKSSK juga telah meningkatkan komunikasi dengan pelaku pasar dan para pemangku kepentingan.
"Kami juga melakukan pemantauan dan melakukan pembelian surat berharga negara di pasar sekunder apabila diperlukan dan mengaktivasi mitigasi krisis pasar surat berharga negara melalui bond stabilization framework," ujarnya.
Ia juga mengharapkan ada kepastian terkait pembahasan RAPBN-Perubahan 2013 yang menurut jadwal segera disahkan pada Senin (17/6) agar kondisi perekonomian nasional dapat kembali stabil.
Namun, menurut dia, kondisi ketidakpastian pada kinerja perekonomian global masih belum menentu dan berpotensi menganggu stabilitas sistem keuangan hingga tahun depan.
"Untuk itu kehati-hatian perlu dijaga, karena potensi gangguan stabilitas sistem keuangan dapat muncul sewaktu-waktu," ujar Mahendra.
Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menyakinkan bahwa Indonesia dapat melewati gejolak perekonomian yang terjadi akhir-akhir ini akibat pengaruh kondisi kawasan global maupun domestik.
"Situasi perekonomian kita secara umum dalam keadaan baik, ekonomi kita dibandingkan dengan 2005 dan 2008 sekarang ini jauh lebih kuat dan permasalahan yang kita hadapi ini pun Insya Allah dapat kita kelola dengan baik," kata Presiden Yudhoyono.
Situasi saat ini, menurut Presiden, hampir mirip dengan 2005 sebelum dilakukan kenaikan harga BBM bersubsidi, dan juga tahun 2008, ketika dunia dilanda krisis keuangan.
Menurut Presiden, situasi ini salah satunya dipicu oleh kebijakan Bank Sentral AS atau Federal Reserve Amerika Serikat melalui kebijakan 'quantitative easing' yang berpengaruh terhadap likuiditas global.
Selain itu, menurut Presiden, berdasarkan sejumlah pengamat, publikasi pertumbuhan ekonomi China kuartal pertama yang melemah dibawah ekspektasi, tidak memberikan sentimen positif bagi pasar global. Akibatnya, bursa saham di kawasan merosot diikuti dengan pelemahan nilai tukar.
Menurut Presiden, pemerintah bersama pihak terkait yaitu, BI, OJK dan LPS, terus berupaya untuk mengatasi dan mengelola maslah tersebut.
"Sebagaimana saya katakan tadi, Pemerintah, BI, OJK, dan juga LPS, ini terus bekerja untuk mengelola, dalam forum yang telah dibentuk di negeri ini FKSSK," kata Presiden.(A039)
Keputusan Cepat Dan Tepat Hindari Gejolak Ekonomi
Sabtu, 15 Juni 2013 11:43 WIB 1186