Pembangunan pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru menjadi wujud implementasi Indonesia mulai beralih ke investasi hijau di sektor energi. Hal ini juga bentuk dukungan swasta dalam upaya pengurangan emisi karbon yang penting untuk mitigasi terhadap perubahan iklim.
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah menekankan pentingnya komitmen dan dukungan swasta dalam upaya mengurangi emisi karbon. Karena itu pada COP 25 di Madrid pada 2 - 13 Desember 2019 PBB mengapresiasi komitmen sektor swasta yang baru bergabung dan menambahkan jumlah investasi hingga mendekati US$ 4 triliun untuk mencapai target zero emission pada 2050.
Sebelumnya ada 177 perusahaan telah menyatakan komitmennya membantu memerangi perubahan iklim dengan nilai investasi US$ 2,8 triliun. Para pelaku sektor swasta dengan investasi hijaunya telah menjadi bagian penting dari aksi global menghadapi perubahan iklim.
Salah satu wujud investasi hijau di sektor energi Indonesia adalah pembangunan PLTA Batang berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan. PLTA yang dibangun PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) tersebut bagian dari Program Strategis Nasional Indonesia untuk membangun sejumlah pembangkit listrik dengan total kapasitas 35.000 MW.
Dari Jakarta, Communications and External Affairs Director PT NSHE Firman Taufick secara tertulis, Kamis (26/12) menyatakan ada tiga manfaat utama dari investasi hijau seperti yang ada pada pembangunan PLTA Batang Toru.
Pertama dari sisi ekonomi, penggunaan tenaga air berarti tidak perlu lagi biaya pembelian bahan bakar secara terus-menerus. “Dengan tidak membeli bahan bakar fosil maka PLTA Batang Toru bisa mendukung menghemat pengeluaran devisa hingga 400 juta dollar AS per tahun,” kata dia.
Manfaat kedua, kehadiran PLTA Batang Toru akan menambah pasokan listrik dari energi bersih ke Sumatera Utara. Pembangkit listrik ini akan berkontribusi 15% dari kebutuhan listrik beban puncak Sumatera Utara. Ketiga, berkontribusi pada pengurangan emisi karbon minimal sebesar 1,6 M Ton per tahun.
Angka tersebut mencapai 4% dari target nasional dari sektor energi yaitu setara dengan serapan karbon dari 12 juta pohon. Pembangunan PLTA Batang Toru merupakan bagian dari upaya nasional dalam mengurangi pemanasan global melalui pengurangan emisi karbon, suatu implementasi dari Perjanjian Paris yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam UU No.16/2016.
Tak hanya itu, pembangunan PLTA Batang Toru juga sesuai dengan arah transformasi ekonomi dunia yang kini tengah bergerak ke arah investasi hijau dan pertumbuhan ekonomi hijau (green growth). Ini menjadi referensi dan portofolio bisnis bagi kalangan investor dan telah menjadi standar di negara maju.
Dari 17 Sustainable Development Goals (SDG) hingga Paris Agreement dan World Economic Forum, semua menekankan pentingnya peran dunia usaha membantu pemerintah menyejahterakan masyarakatnya, sekaligus melestarikan semua modal alam di dalamnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019
Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) telah menekankan pentingnya komitmen dan dukungan swasta dalam upaya mengurangi emisi karbon. Karena itu pada COP 25 di Madrid pada 2 - 13 Desember 2019 PBB mengapresiasi komitmen sektor swasta yang baru bergabung dan menambahkan jumlah investasi hingga mendekati US$ 4 triliun untuk mencapai target zero emission pada 2050.
Sebelumnya ada 177 perusahaan telah menyatakan komitmennya membantu memerangi perubahan iklim dengan nilai investasi US$ 2,8 triliun. Para pelaku sektor swasta dengan investasi hijaunya telah menjadi bagian penting dari aksi global menghadapi perubahan iklim.
Salah satu wujud investasi hijau di sektor energi Indonesia adalah pembangunan PLTA Batang berkapasitas 510 MW di Tapanuli Selatan. PLTA yang dibangun PT. North Sumatera Hydro Energy (NSHE) tersebut bagian dari Program Strategis Nasional Indonesia untuk membangun sejumlah pembangkit listrik dengan total kapasitas 35.000 MW.
Dari Jakarta, Communications and External Affairs Director PT NSHE Firman Taufick secara tertulis, Kamis (26/12) menyatakan ada tiga manfaat utama dari investasi hijau seperti yang ada pada pembangunan PLTA Batang Toru.
Pertama dari sisi ekonomi, penggunaan tenaga air berarti tidak perlu lagi biaya pembelian bahan bakar secara terus-menerus. “Dengan tidak membeli bahan bakar fosil maka PLTA Batang Toru bisa mendukung menghemat pengeluaran devisa hingga 400 juta dollar AS per tahun,” kata dia.
Manfaat kedua, kehadiran PLTA Batang Toru akan menambah pasokan listrik dari energi bersih ke Sumatera Utara. Pembangkit listrik ini akan berkontribusi 15% dari kebutuhan listrik beban puncak Sumatera Utara. Ketiga, berkontribusi pada pengurangan emisi karbon minimal sebesar 1,6 M Ton per tahun.
Angka tersebut mencapai 4% dari target nasional dari sektor energi yaitu setara dengan serapan karbon dari 12 juta pohon. Pembangunan PLTA Batang Toru merupakan bagian dari upaya nasional dalam mengurangi pemanasan global melalui pengurangan emisi karbon, suatu implementasi dari Perjanjian Paris yang diratifikasi oleh Pemerintah Indonesia dalam UU No.16/2016.
Tak hanya itu, pembangunan PLTA Batang Toru juga sesuai dengan arah transformasi ekonomi dunia yang kini tengah bergerak ke arah investasi hijau dan pertumbuhan ekonomi hijau (green growth). Ini menjadi referensi dan portofolio bisnis bagi kalangan investor dan telah menjadi standar di negara maju.
Dari 17 Sustainable Development Goals (SDG) hingga Paris Agreement dan World Economic Forum, semua menekankan pentingnya peran dunia usaha membantu pemerintah menyejahterakan masyarakatnya, sekaligus melestarikan semua modal alam di dalamnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2019