Medan, 31/3 (Antara) - Komisi Pemberantasan Korupsi diminta untuk mempertegas realisasi UU 23 tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah untuk memperkecil potensi masalah hukum di kemudian hari.
Dalam koordinasi dan supervisi KPK di Medan, Kamis, anggota DPRD Sumut Aripay Tambunan mengatakan, pihaknya menilai ada potensi masalah antara pemprov dengan pemkab/pemkot dalam pelaksanaan UU itu.
Salah satu potensi masalah tersebut terkait penyerahan kewenangan sejumlah perizinan yang selama ini dikelola pemkab/pemkot kepaa pemprov.
Dalam UU tersebut, pemkab/pemkot diminta untuk menyerahkan seluruh proses perizinan tersebut ke pemprov paling Oktober 2016.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai potensi masalah tersebut mulai muncul di Sumut terkait pengalihan perizinan di bidang kehutanan dan sumber daya mineral.
Pihaknya menilai pemkab/pemkot di Sumut belum melakukan berbagai persiapan yang dibutuhkan untuk menyerahkan proses perizinan itu ke provinsi.
"Sampai saat ini, jangkan menyerahkan semua, investarisasi pun belum dilakukan," katanya.
Karena itu, pihaknya meminta KPK untuk menegaskan UU tersebut pada rapat besar bersama 15 bupati yang akan dilaksanakan pada 14 April 2016.
Menurut dia, DPRD Sumut telah melakukan tugas untuk mendukung penyerahan fungsi dalam UU tersebut, namun Pemprov Sumut belum mau bertindak karena menunggu aturan lain.
Sementara itu, pemerintah pusat menyebutkan daerah tidak perlu menunggu sehingga pihaknya merasa khawatir dengan potensi masalah di kemudian hari.
"Kalau ada penyusunan anggaran di daerah (terkait perizinan itu), sementara kewenangannya di provinsi, itu bisa menjadi temuan," katanya.
Kondisi itu semakin memprihatinkan karena adanya sejumlah bupati di Sumut yang merasa keberatan dengan pengalihan kewenangan perizinan sebagaimana amanat UU 23/2014 tersebut.
"Ada beberapa bupati ketika ditanya, justru bilang negara kita tidak jelas, mereka sudah mau membangun gedung dan infrastruktur justru kewenangannya diserahkan ke Sumut," katanya.
Karena itu, kata Aripay, KPK perlu memberikan penegasan dan ultimatum bagi bupati terkait pelaksanaan UU 23/2014 tersebut.
Fungsional Utama KPK Coki Nasution mengakui jika sejumlah kewenangan dalam pengelolaan sumber daya telah diserahkan ke provinsi.
Sebagai langkah praktis, pihaknya pernah mengusulkan untuk memanggil gubernur dan kabupaten/kota yang dipertemukan dengan Kementerian ESDM untuk memastikan pelaksanaan UU itu.
Namun pihaknya menilai belum adanya iktikad baik dari bupati dan wali kota itu karena belum adanya PP yang menjadi acuan dalam pelaksanaan UU tersebut.
Ia juga mengaku heran dengan dengan UU 23/2014 tersebut karena muncul dengan tiba-tiba dan menghilangkan kewenangan kabupaten/kota yang selama mengurus perizinannya.
"Dengan UU itu, kewenangan hampir seluruh ditarik ke provinsi, sedangkan daerah ibarat seperti UPT-UPT," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016
Dalam koordinasi dan supervisi KPK di Medan, Kamis, anggota DPRD Sumut Aripay Tambunan mengatakan, pihaknya menilai ada potensi masalah antara pemprov dengan pemkab/pemkot dalam pelaksanaan UU itu.
Salah satu potensi masalah tersebut terkait penyerahan kewenangan sejumlah perizinan yang selama ini dikelola pemkab/pemkot kepaa pemprov.
Dalam UU tersebut, pemkab/pemkot diminta untuk menyerahkan seluruh proses perizinan tersebut ke pemprov paling Oktober 2016.
Politisi Partai Amanat Nasional (PAN) itu menilai potensi masalah tersebut mulai muncul di Sumut terkait pengalihan perizinan di bidang kehutanan dan sumber daya mineral.
Pihaknya menilai pemkab/pemkot di Sumut belum melakukan berbagai persiapan yang dibutuhkan untuk menyerahkan proses perizinan itu ke provinsi.
"Sampai saat ini, jangkan menyerahkan semua, investarisasi pun belum dilakukan," katanya.
Karena itu, pihaknya meminta KPK untuk menegaskan UU tersebut pada rapat besar bersama 15 bupati yang akan dilaksanakan pada 14 April 2016.
Menurut dia, DPRD Sumut telah melakukan tugas untuk mendukung penyerahan fungsi dalam UU tersebut, namun Pemprov Sumut belum mau bertindak karena menunggu aturan lain.
Sementara itu, pemerintah pusat menyebutkan daerah tidak perlu menunggu sehingga pihaknya merasa khawatir dengan potensi masalah di kemudian hari.
"Kalau ada penyusunan anggaran di daerah (terkait perizinan itu), sementara kewenangannya di provinsi, itu bisa menjadi temuan," katanya.
Kondisi itu semakin memprihatinkan karena adanya sejumlah bupati di Sumut yang merasa keberatan dengan pengalihan kewenangan perizinan sebagaimana amanat UU 23/2014 tersebut.
"Ada beberapa bupati ketika ditanya, justru bilang negara kita tidak jelas, mereka sudah mau membangun gedung dan infrastruktur justru kewenangannya diserahkan ke Sumut," katanya.
Karena itu, kata Aripay, KPK perlu memberikan penegasan dan ultimatum bagi bupati terkait pelaksanaan UU 23/2014 tersebut.
Fungsional Utama KPK Coki Nasution mengakui jika sejumlah kewenangan dalam pengelolaan sumber daya telah diserahkan ke provinsi.
Sebagai langkah praktis, pihaknya pernah mengusulkan untuk memanggil gubernur dan kabupaten/kota yang dipertemukan dengan Kementerian ESDM untuk memastikan pelaksanaan UU itu.
Namun pihaknya menilai belum adanya iktikad baik dari bupati dan wali kota itu karena belum adanya PP yang menjadi acuan dalam pelaksanaan UU tersebut.
Ia juga mengaku heran dengan dengan UU 23/2014 tersebut karena muncul dengan tiba-tiba dan menghilangkan kewenangan kabupaten/kota yang selama mengurus perizinannya.
"Dengan UU itu, kewenangan hampir seluruh ditarik ke provinsi, sedangkan daerah ibarat seperti UPT-UPT," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2016