Jakarta, 4/3 (Antara) - LSM Indonesia Corruption Watch (ICW) menyorot adanya tiga permasalahan yang ditemukan dalam pelaksanaan "e-procurement" di sektor pengadaan barang dan jasa di Indonesia.
Rilis ICW yang diterima di Jakarta, Senin, menyebutkan persoalan pertama adalah ketidaksiapan personalia, sistem dan infrastruktur.
Menurut ICW, pihak panitia atau pejabat pembuat komitmen (PPK) masih banyak yang belum bisa mengoperasikan internet, bahkan sampai ada yang belum memiliki email. Hal yang sama juga terjadi pada pihak penyedia jasa.
Selain itu, di beberapa daerah kerap terjadi pemadaman listrik sehingga proses pelelangan pun dinilai bisa terganggu hingga batal dilaksanakan.
Sementara permasalahan kedua adalah terkait kelemahan hukum administrasi di Indonesia sehingga pada titik tertentu, sistem "e-procurement" itu dinilai tidak aman karena tidak terjamin rahasianya dan mudah diacak-acak pihak yang tidak bertanggung jawab.
Kondisi tersebut juga diperparah oleh tidak adanya hukum yang mengaturnya, khususnya terkait penyelesaian sengketa yang sulit karena data ditentukan pada jam berlangsungnya pelelangan ("real time").
Sedangkan persoalan ketiga adalah meskipun sudah dilakukan secara elektronik namun masih juga ditemukan kejanggalan pengadaan barang dan jasa lewat internet selama tahun 2007.
Sebagai sebuah terobosan untuk mencegah terjadinya pelanggaran sistem "e-procurement", LSM antikorupsi tersebut menilai bahwa hal itu tentu harus tetap di apresiasi.
Namun untuk mengefektifkannya, ICW menilai diperlukannya partisipasi masyarakat untuk mengawasi sekaligus memastikan pelanggaran pengadaan barang dan jasa semakin efektif, kompetitif dan bebas dari korupsi dan kolusi.
ICW sendiri kini sedang mengembangkan sebuah perangkat pemantauan ("tools") yang telah diujicobakan di beberapa mitra lokal di beberapa daerah.
Sebagaimana diketahui, Inpres 17/2011 tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Tahun 2012 mengamanatkan hingga Desember 2012, seluruh belanja barang kementerian/lembaga harus menggunakan "e-procurement" sebesar 75 persen. Untuk APBD, sebesar 40 persen belanja barang harus "e-procurement". ***3***
(Tz.M040/ )
(T.M040/B/R. Chaidir/R. Chaidir)