Jakarta, 1/1 (ANTARA) - Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf) menyatakan pemerintah Indonesia tidak akan memproteksi pekerjaan ataupun profesi di bidang pariwisata menjelang era pasar bebas kawasan ASEAN.
"Proteksi tidak dibenarkan lagi, yang akan kita lakukan adalah peningkatan standar kompetensi," kata Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf, I Gde Pitana, di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan bahwa era ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 akan terjadi pergerakan barang, jasa, hingga sumber daya manusia tanpa mengenal batas negara.
Fakta itu, kata dia, tidak mungkin bisa terelakkan dan mau tidak mau Indonesia harus bisa mengambil peluang dan kesempatan di dalamnya.
"Jadi, proteksi tidak akan dimungkinkan lagi dalam hal ini. Oleh karena itu, kita harus memperkuat SDM lokal kita," katanya.
Menurut dia, penguatan SDM dilakukan melalui peningkatan kompetensi mereka dalam menjalankan profesi sebagai tenaga kerja di bidang pariwisata.
"Salah satu 'flagship' kami adalah penguatan dan peningkatan tenaga terdidik dan terlatih di bidang pariwisata," katanya.
Pihaknya menginginkan tenaga kerja yang dikirimkan ke luar negeri adalah tenaga kerja yang memiliki "skill" atau minimal semiskill, bukan sekadar pekerja domestik yang tidak terlatih.
Pada tahun 2011, jumlah tenaga kerja pariwisata yang tersertifikasi mencapai 15.515 orang dari sembilan bidang pariwisata yang melibatkan sembilan lembaga sertifikasi.
Sementara pada tahun 2010, sertifikasi diberikan kepada 5.000 orang dari tujuh bidang pariwisata melalui enam lembaga sertifikasi.
Pitana menilai sekalipun jumlah tenaga kerja yang disertifikasi masih terbatas, "daya jual" tenaga kerja pariwisata Indonesia di tataran regional ASEAN dan juga internasional tergolong bagus, khususnya di bidang hotel dan restoran dan spa.
"Banyak tenaga kerja asal Indonesia yang berhasil menjadi pimpinan usaha hotel dan spa di mancanegara, dan ini merupakan keunggulan kompetitif yang perlu dilanjutkan dan dipertahankan kualitasnya," katanya.
Apalagi dengan berlakunya MRA (Mutual Recognition Arrangement) bidang pariwisata sejak 2009, upaya peningkatan kualitas dinilainya harus dipelihara agar tenaga kerja pariwisata Indonesia tetap unggul di kawasan ASEAN, demikian I Gde Pitana.