Medan (ANTARA) - Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, menjatuhkan vonis bervariasi kepada dua terdakwa perkara suap proyek jalan di Dinas PUPR Sumatera Utara.
“Kedua terdakwa terbukti bersalah melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP,” ujar Hakim Ketua Khamozaro Waruwu di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (1/12).
Kedua terdakwa yakni Muhammad Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG) divonis dua tahun enam bulan penjara dan denda Rp150 juta subsider tiga bulan kurungan.
Sedangkan anaknya, terdakwa Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan selaku Direktur PT Rona Na Mora divonis dua tahun penjara dan denda Rp100 juta subsider tiga bulan kurungan.
Hal memberatkan perbuatan kedua terdakwa karena tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
“Sedangkan hal meringankan, kedua terdakwa bersikap kooperatif, belum pernah dihukum, dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya,” ujar Khamozaro.
Setelah membacakan putusan, majelis hakim memberikan kesempatan kepada kedua terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum KPK untuk menyatakan sikap atas vonis tersebut.
“Kedua terdakwa dan penuntut umum diberikan waktu selama tujuh hari untuk menyatakan sikap, apakah mengajukan banding atau menerima vonis ini,” tutur Khamozaro.
Putusan majelis hakim lebih ringan dari tuntutan JPU KPK Eko Wahyu, yang sebelumnya menuntut terdakwa Kirun dengan pidana penjara selama tiga tahun dan terdakwa Rayhan dituntut dua tahun enam bulan penjara.
JPU Wahyu dalam surat dakwaan menyebutkan kedua terdakwa diduga memberikan uang suap dengan total Rp4,054 miliar dan menjanjikan commitment fee hingga lima persen dari nilai kontrak proyek kepada sejumlah pejabat agar memenangkan perusahaan mereka dalam lelang proyek jalan nasional.
"Uang tersebut diberikan agar proses pelelangan melalui metode e-katalog dapat diatur sehingga PT DNG mendapatkan paket pekerjaan di Dinas PUPR Sumatera Utara," kata Eko.
Pejabat yang disebut menerima suap di antaranya Kepala Dinas PUPR Sumut Topan Obaja Putra Ginting (TOPG) sebesar Rp50 juta dengan commitment fee empat persen dari nilai kontrak, serta Rasuli Efendi Siregar selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) UPT Gunung Tua sebesar Rp50 juta atau satu persen.
Selain itu, Kepala Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional (BBPJN) Sumut Stanley Cicero Haggard Tuapattinaja menerima Rp300 juta, Kepala Satuan Kerja (Kasatker) PJN Wilayah I Medan Rahmad Parulian Rp250 juta, dan Kasatker lainnya Dicky Erlangga Rp1,675 miliar.
Sementara Munson Ponter Paulus Hutauruk selaku PPK 1.4 menerima Rp535 juta dan Heliyanto selaku PPK 1.4 lainnya menerima Rp1,194 miliar.
JPU mengungkapkan, pada 26 Juni 2025, TOPG memerintahkan Rasuli Efendi untuk memproses e-katalog dua paket proyek, yakni Peningkatan Struktur Jalan Provinsi Ruas Sipiongot–Batas Labuhanbatu dan Peningkatan Struktur Jalan Hutaimbaru–Sipiongot.
Paket pekerjaan tersebut memiliki nilai pagu masing-masing Rp96 miliar dan Rp69,8 miliar. Perintah diberikan meskipun perencanaan proyek belum sepenuhnya selesai. Atas instruksi tersebut, PT DNG ditetapkan sebagai pemenang proyek.
“Terdakwa Akhirun kemudian memerintahkan anaknya, terdakwa Rayhan untuk menyerahkan uang suap kepada pejabat-pejabat terkait guna memperlancar proses tersebut,” jelasnya.
