Medan (ANTARA) - Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) melalui Majelis Kehormatan Hakim (MKH) memberhentikan dengan tidak hormat Hakim Ad Hoc Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Sumatera Utara, berinisial MS.
“Menjatuhkan sanksi kepada terlapor MS dengan sanksi berat berupa pemberhentian tidak dengan hormat dari jabatan hakim,” kata Juru Bicara KY Mukti Fajar Nur Dewata dalam keterangan tertulis diterima di Medan, Rabu (7/5).
Pemberhentian itu, lanjut dia, sebagaimana diatur dalam peraturan bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IV/2012 – 02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Dalam putusannya, Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah yang bertindak sebagai ketua sidang MKH, pada Selasa (6/5) di Gedung MA, Jakarta, mengatakan terlapor MS terbukti menerima uang dari pihak berperkara.
“MS terbukti melanggar angka 1.1 butir (2), angka 1.1 butir (5), angka 1.2 butir (2), angka 2.1 butir (2), angka 2.2 butir (1) angka 3.1 butir (1), angka 5.1 butir (5.1.1), angka 5.1 butir (5.1.3), angka 5.1 butir (5.1.4), angka 6.1, dan angka 7.1,” jelas dia.
Selain itu, berdasarkan surat keputusan bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi Yudisial RI No. 047/KMA/SKB/IV/2009- 02/SKB/P.KY/IV/2009, tentang Kode Etik dan Perilaku Hakim jo. Pasal 5 ayat (2) huruf b, Pasal 5 ayat (3) huruf b dan huruf e, Pasal 6 ayat (2) huruf a, Pasal 6 ayat (3) huruf a, Pasal 9 ayat (4) huruf a, b, dan c.
Kemudian, Pasal 10 ayat (2) huruf a, dan Pasal 11 ayat (3) huruf a Peraturan Bersama Mahkamah Agung Republik Indonesia dan Komisi Yudisial Republik Indonesia Nomor: 02/PB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
“Dalam temuan KY, MS bertemu dengan pihak berperkara, yakni seorang advokat. MS menjanjikan akan membantu kasus yang dihadapi advokat tersebut. Setidaknya MS menjanjikan akan membantu “pengaturan” terhadap 11 perkara, termasuk perkara kasasi di MA,” ujarnya.
Di MKH, lanjut dia, MS mengakui menerima uang dari pihak berperkara, tetapi membantah telah menerima sejumlah uang yang nilainya hampir mencapai satu miliar rupiah.
“Menurut pengakuan MS, uang yang diterimanya telah dikembalikan karena merupakan utang, bukan suap untuk menyelesaikan perkara. MS bahkan membawa surat pernyataan dari advokat tersebut untuk memperkuat bahwa uang yang diberikan telah dikembalikan,” tutur dia.
Bahkan, MS juga menyatakan bahwa dirinya telah ditarik dan ditempatkan di Pengadilan Tinggi Medan untuk mendapatkan pembinaan, sehingga ia merasa sudah memperoleh sanksi terhadap pelanggaran yang dilakukannya.
Sementara Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) yang melakukan pembelaan menyatakan bahwa agar majelis MKH mempertimbangkan sanksi yang diberikan kepada terlapor.
“Karena MS dianggap telah menjalankan tugasnya dengan baik selama sembilan tahun sebagai hakim ad hoc PHI, dan MS masih memiliki anak yang membutuhkan dukungan materi,” ucapnya.
Namun, dalam putusan Ketua Majelis MKH Siti Nurdjanah menyatakan menolak pembelaan dari MS dan IKAHI.
"Terlapor MS sebelumnya sudah pernah mendapat sanksi dari Mahkamah Agung berupa teguran tertulis karena bertemu pihak berperkara," tegas dia.
Diketahui majelis MKH yang meyidangkan MS, yakni terdiri dari Wakil Ketua KY Siti Nurdjanah sebagai Ketua MKH, bersama perwakilan Anggota KY M. Taufiq HZ, Joko Sasmito, dan Mukti Fajar Nur Dewata. Sedangkan perwakilan MA diwakilkan oleh Hakim Agung Agus Subroto, Noor Edi Yono, dan Imron Rosyadi.