Medan (ANTARA) - Dua terdakwa kasus dugaan korupsi pengalihan fungsi kawasan hutan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, yang menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 787.177.516.848 atau Rp787,17 miliar tidak dilakukan penahanan.
Hal itu diketahui ketika kedua terdakwa, yakni Alexander Halim alias Akuang selaku pemilik Koperasi Sinar Tani Makmur, dan Imran (berkas terpisah) merupakan mantan Kepala Desa (Kades) Tapak Kuda menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (23/12).
Bahkan, kedua terdakwa ‘melenggang’ bebas keluar dari ruang sidang dan meninggalkan gedung PN Medan, setelah menjalani persidangan yang beragendakan pembacaan surat dakwaan JPU (Jaksa Penuntut Umum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Langkat.
Secara terpisah, Kasi Intelijen Kejari Langkat Ika Lius Nardo mengaku belum mengetahui alasan kedua terdakwa dugaan korupsi Rp787,17 miliar itu tidak ditahan.
"Kita belum tahu apa alasannya tidak ditahan. Besok coba kita tanyakan kepada JPU yang menangani perkara ini," ujar Ika Lius Nardo ketika dihubungi dari Medan, Senin malam.
Sebelumnya JPU Syakdan Hamidi Nasution dalam surat dakwaan menyebutkan, kedua terdakwa melakukan korupsi pengalihan fungsi kawasan hutan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut, Kecamatan Tanjung Pura, Kabupaten Langkat, Sumut.
“Terdakwa Akuang bersama dengan terdakwa Imran (berkas terpisah) selaku mantan Kepala Desa (Kades) Tapak Kuda didakwa melakukan korupsi menyebabkan kerugian negara sebesar Rp 787.177.516.848 atau Rp787,17 miliar lebih,” kata Syakdan Hamidi Nasution.
JPU Syahdan mengatakan, kasus bermula saat itu terdakwa Akuang selaku pemilik Koperasi Sinar Tani Makmur yang bergerak dalam bidang Simpan Pinjam menghubungi terdakwa Imran.
“Dimana pada tahun 2013, terdakwa Akuang meminta terdakwa Imran yang saat itu menjabat sebagai Kades Tapak Kuda, membuatkan surat keterangan tanah untuk melakukan jual beli tanah di Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut di Desa Tapak Kuda, Tanjung Pura, Langkat,” jelasnya.
Selanjutnya, terdakwa Akuang memecah surat kepemilikan tanah untuk diajukan sebagai akta jual beli kepada Notaris dan akan ditingkatkan kepemilikan menjadi sertifikat hak milik, yang seharusnya tidak dapat diberikan.
“Sebab, tanah tersebut berada dalam Kawasan Suaka Margasatwa Karang Gading Langkat Timur Laut serta tanpa izin dari pemerintah dalam hal ini adalah Kementerian Kehutanan, menjadi sertifikat hak milik,” ujarnya.
Kedua terdakwa, kata dia, dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan primair.
“Kedua terdakwa juga didakwa melanggar Pasal 3 ayat (1) Jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 64 ayat (1) KUHP, sebagaimana dakwaan primair,” ujar Syakdan Hamidi Nasution.