Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia (P3HKI) meminta Presiden Prabowo Subianto merevolusi teknologi dan ketenagakerjaan ke arah pembangunan ketenagakerjaan berkelanjutan.
"Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan kebijakan ketenagakerjaan berkelanjutan atau sustainable labour policy," ucap Ketua Panitia Konferensi Hukum Nasional Ketenagakerjaan P3HKI dan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Dr Ida Susanti, SH, LLM, melalui sambungan telepon dari Medan, Senin.
Sebab, lanjut dia, setiap negara miliki kepentingan menjaga agar hubungan industrial di wilayahnya berjalan dengan baik, dan mendukung pembangunan ekonomi berkelanjutan.
Hal ini merupakan pelaksanaan Target 8 SDGs (Sustainable Development Goals) yang bertujuan meningkatkan pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan layak agar tercapai pada 2030.
Data Kementerian Ketenagakerjaan RI menyebut, bahwa jumlah perusahaan terdaftar pada aplikasi Wajib Lapor Ketenagakerjaan sampai triwulan III Tahun 2024 sebanyak 2.742.005 perusahaan.
Hingga Agustus 2024, tercatat jumlah kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan sebanyak 63,30 juta orang terdiri atas sekitar 61,90 persen peserta aktif dan sekitar 38,10 persen peserta nonaktif.
"Ini menjadi fokus yang membutuhkan strategi dan kebijakan terstruktur, koordinatif, dan evaluatif," tegas Ida dalam konferensi yang diselenggarakan Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung, Jawa Barat ini.
Dia menuturkan, ketenagakerjaan berkelanjutan dapat dijabarkan melalui beberapa aspek utama, yakni menjamin akses terhadap hak untuk bekerja yang terbuka dan inklusif.
Kemudian, menciptakan kondisi pekerjaan yang layak dan adil, serta menjamin kesempatan atas peningkatan keterampilan dan pengembangan diri bagi pekerja.
Menjamin kesetaraan perlakuan dan kesempatan bagi semua individu, termasuk kelompok marjinal, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Mendorong kewirausahaan dan inovasi untuk menciptakan pekerjaan baru yang berdampak peningkatan daya saing ekonomi, serta mengadopsi praktik kerja ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Terakhir mendukung perwujudan keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadi pekerja sejahtera, serta menyediakan jaminan sosial saat pekerja menghadapi resiko kerja
"Dapat disimpulkan ketenagakerjaan berkelanjutan menekankan pentingnya menciptakan pekerjaan yang tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga sosial dan lingkungan," papar Ida yang juga Ketua Senat Fakultas Hukum Universitas Katolik Parahyangan Bandung.
Ketua Umum P3HKI Agusmidah menambahkan, bahwa adaptif terhadap teknologi bukan berarti negara melepaskan tanpa pelindungan para pekerja pada sistem pasar kerja yang fleksibel.
Sebab, angkatan kerja di Indonesia masih sangat bergantung pada negara untuk menyeimbangkan posisi tawar terhadap pengusaha.
Pihaknya menyayangkan, bahwa Undang-undang Cipta Kerja justru memberikan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan alih daya tidak dibatasi waktu maupun jenis pekerjaannya.
"Justru PKWT dan alih daya memberi kesempatan kerja yang cukup luas. Intinya teknologi harusnya membawa kebaikan pada iklim ketenagakerjaan, bukan sebaliknya," jelas Agusmidah yang juga menjabat Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
Presiden RI Prabowo Subianto resmi melantik 48 menteri dalam susunan Kabinet Merah Putih periode 2024–2029 dan lima pejabat setingkat menteri di Istana Negara, Jakarta.
Pelantikan jajaran menteri berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 133/P Tahun 2024 tentang Pembentukan Kementerian Negara dan Pengangkatan Menteri Negara Kabinet Merah Putih periode 2024–2029.
Dari ke-48 menteri Kabinet Merah Putih, di antaranya Yassierli sebagai Menteri Ketenagakerjaan, dan Abdul Kadir Karding sebagai Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia/Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia.