Medan (ANTARA) - Pengadilan Tinggi (PT) Medan, Sumatera Utara menjatuhkan vonis lepas kepada terdakwa Sorbatua Siallagan, seorang ketua kelompok masyarakat adat Op. Umbak Siallagan di Kabupaten Simalungun, Sumut.
“Benar, PT Medan menjatuhkan vonis lepas (ontslag van rechtsvervolging),” kata Humas PT Medan John Pantas Lumban Tobing ketika dihubungi dari Medan, Sabtu (19/10).
Dia mengatakan, putusan banding nomor: 1820/Pid.Sus-LH/2024/PT MDN, sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Negeri (PN) Simalungun, tanggal 14 Agustus 2024 Nomor 155/Pid.B/LH/2024/PN.Sim yang dimintakan banding.
Dalam amar putusan yang dibacakan pada Kamis (17/10), Hakim Ketua Syamsul Bahri didampingi Dr Longser Sormin dan Tumpal Sagala masing-masing sebagai Hakim Anggota, menyatakan perbuatan terdakwa Sorbatua Siallagan terbukti ada, tetapi perbuatan tersebut bukan perbuatan pidana melainkan perbuatan perdata.
“Majelis hakim PT Medan melepaskan terdakwa Sorbatua Siallagan dari segala tuntutan,” ujar dia.
Selain itu, majelis hakim PT Medan juga memerintahkan agar Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Negeri (Kejari) Simalungun membebaskan terdakwa dari Rumah Tahanan Negara.
“Majelis hakim PT Medan juga memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya,” jelasnya.
Diketahui PN Simalungun menjatuhkan vonis kepada terdakwa dengan pidana penjara selama dua tahun dan denda Rp1 miliar dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan kurungan selama enam bulan.
Vonis itu lebih rendah dari tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut terdakwa dengan pidana penjara selama empat tahun dan denda Rp1 miliar subsider enam bulan kurungan.
Sebelumnya JPU Firmansyah dalam surat dakwaan menyebutkan, Sorbatua Siallagan selaku ketua kelompok masyarakat adat Op. Umbak Siallagan, diduga terlibat dalam kasus pembakaran hutan dan penyerobotan lahan di Kawasan Hutan Produksi Tetap di Nagori Pondok Buluh, Kecamatan Dolok Panribuan, Kabupaten Simalungun.
Pada tanggal 7 September 2022, terdakwa sengaja membakar lahan yang diklaim sebagai tanah ulayat masyarakatnya, yang telah dikuasai sejak 2018.
Menurut JPU, terdakwa Sorbatua bersama kelompoknya melakukan penebangan dan pembakaran pohon Eucalyptus milik PT. Toba Pulp Lestari Tbk, meskipun pihak perusahaan telah melarang aktivitas tersebut sebanyak 20 kali.
Masyarakat adat merasa berhak atas tanah itu berdasarkan sejarah yang mengklaim bahwa tanah tersebut adalah milik mereka selama lebih dari 200 tahun. Namun, PT. Toba Pulp Lestari Tbk memiliki hak konsesi atas kawasan tersebut sejak 1993, dan perbuatan Sorbatua dianggap melanggar Undang-Undang Kehutanan.