Jaksa Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) menyetujui penghentian penuntutan dua perkara berdasarkan keadilan restoratif di wilayah hukum Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara (Kejati Sumut).
"Hasil ekspose usulan penerapan keadilan restoratif diusulkan Kepala Kejati Sumut Pak Idianto disetujui Jampidum Kejagung Pak Asep Nana Mulyana," kata Koordinator Bidang Intelijen Kejati Sumut Yos A Tarigan, di Medan, Ahad.
Kedua perkara yang dihentikan itu, lanjut dia, yakni dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Asahan dengan tersangka Syah Budi melanggar Pasal 310 ayat (4) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Kemudian, dari Kejari Binjai dengan tersangka Surya Ginting alias Gopal yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) dari KUHPidana tentang Penganiayaan.
Sebelum penghentian penuntutan kedua perkara, pihaknya telah melakukan ekspose terlebih dahulu untuk mengajukan usulan ke Jampidum Kejagung dan diterima.
"Ekspose perkara pada Kamis (25/7), secara online (daring) di ruang Konferensi Video, Lantai II, Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan," ujar Yos.
Pihaknya juga menyampaikan, atas pertimbangan penghentian penuntutan dalam Peraturan Jaksa Agung No.15/2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif telah memenuhi sejumlah unsur.
Antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, kemudian ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun, lalu kerugian ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta, serta antara tersangka dan korban telah berdamai.
Selain itu, kata Yos, tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan korban juga telah menerima permintaan maaf dari tersangka.
"Perdamaian tersangka dan korban telah membuka ruang mengembalikan keadaan seperti semula. Tidak ada lagi dendam antara tersangka dan korban," tegas dia.
Penghentian penuntutan kedua perkara secara humanis ini lebih melihat kepada esensi, bahwa perdamaian tersangka dan korban mengakibatkan hubungan harmonis di tengah masyarakat.
"Harapan kita ke depan, penghentian penuntutan perkara secara humanis lebih menyadarkan warga agar tidak melanggar hukum," pungkas Yos Tarigan.
Kemudian, dari Kejari Binjai dengan tersangka Surya Ginting alias Gopal yang disangkakan melanggar Pasal 351 Ayat (1) dari KUHPidana tentang Penganiayaan.
Sebelum penghentian penuntutan kedua perkara, pihaknya telah melakukan ekspose terlebih dahulu untuk mengajukan usulan ke Jampidum Kejagung dan diterima.
"Ekspose perkara pada Kamis (25/7), secara online (daring) di ruang Konferensi Video, Lantai II, Kejati Sumut, Jalan AH Nasution Medan," ujar Yos.
Pihaknya juga menyampaikan, atas pertimbangan penghentian penuntutan dalam Peraturan Jaksa Agung No.15/2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif telah memenuhi sejumlah unsur.
Antara lain tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, kemudian ancaman hukuman tidak lebih dari lima tahun, lalu kerugian ditimbulkan tidak lebih dari Rp2,5 juta, serta antara tersangka dan korban telah berdamai.
Selain itu, kata Yos, tersangka juga berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, dan korban juga telah menerima permintaan maaf dari tersangka.
"Perdamaian tersangka dan korban telah membuka ruang mengembalikan keadaan seperti semula. Tidak ada lagi dendam antara tersangka dan korban," tegas dia.
Penghentian penuntutan kedua perkara secara humanis ini lebih melihat kepada esensi, bahwa perdamaian tersangka dan korban mengakibatkan hubungan harmonis di tengah masyarakat.
"Harapan kita ke depan, penghentian penuntutan perkara secara humanis lebih menyadarkan warga agar tidak melanggar hukum," pungkas Yos Tarigan.