Medan (ANTARA) - Hijaunya kawasan hutan yang diselingi kebun-kebun penduduk, ditambah kelokan jalan dari Pematangsiantar hingga ke perbatasan Kabupaten Tapanuli Selatan telah memanjakan mata, melupakan kepenatan dan kemacetan di Kota Medan.
Meski ruas jalan nasional dari Pematangsiantar hingga ke Tapanuli Selatan itu lebarnya hanya muat dua mobil yang berselisihan dan tidak semulus jalan tol, namun masih aman dan nyaman bagi lalu lintas kendaraan bermotor.
Sisi kiri dan kanan jalan menanjak dan turunan sejak dari Parapat, Balige, Tarutung hingga perbatasan Sipirok masih menyajikan panorama hijaunya belantara alam yang indah dan sejuk penambah ketentraman jiwa para pelintas.
Ketika waktu terus berjalan menyongsong sore hari, laju kendaraan berjalan lancar dan kita tentunya masih bisa mengintip dari jendala mobil, sumringah para petani yang baru pulang dari kebunnya, raut wajah mereka gembira mungkin karena hasil kebunnya yang melimpah.
Pak sopir yang membawa kami, berangkat dari Kota Medan sekitar pukul 8.00 WIB dengan perkiraan tiba dan shalat maghrib di kota Sipirok, ibu kota Kabupaten Tapanuli Selatan.
Sejauh mata memandang, diperjalanan masih tergambar bentangan hijaunya alam yang membelah jalur lintasan trans Sumatera, sesekali kita saksikan kemanjaan rona matahari yang memerah pertanda hari menjelang gelap.
Suguhan keindahan alam sepanjang perjalanan sampai ke Tapanuli Selatan itu menghibur hati dari kepenatan, dan ruas jalan tanpa lampu merah membuat laju kendaraan tanpa hambatan.
Kendati demikian, Pak sopir tetap perlu hati-hati sebab kerap ada tikungan tajam, keramaian di beberapa pasar kecamatan dan iring-iringan truk berbadan lebar sebagai waspada agar perjalanan tetap selamat sampai tujuan.
"Insya Allah, sekitar 25 menit lagi kita sampai dan bisa shalat maghrib di masjid Agung Siprok," demikian ucap Akung, sahabat kami yang ikut dalam rombongan perjalanan dari Medan tujuan Padangsidimpuan.
Namun laju kendaraan kami tiba-tiba mulai melambat, seraya pak sopir mengatakan kayaknya ada kemacetan panjang di depan sana.
Jalan mobil mulai merengsek tak ubahnya seperti kemacetan di sejumlah ruas jalan padat di Kota Jakarta, saat jam sibuk pagi hari atau sore hari.
Sesekali suara klakson kendaraan meredam suara kicauan burung yang bertengger di dahan-dahan pepohonan kiri dan kanan ruas jalan lintas Sumatera kawasan Sipirok.
Ternyata kemacetan itu terjadi sepanjang hampir dua kilometer, seraya Akung berujar "Sepertinya ada kendala di jalan kawasan Batu Jomba Sipirok." Ternyata perjalanan kami sudah menempuh lebih 300 kilometer dari Kota Medan.
Arlojiku menunjukkan pukul 17.30 Wib, perkiraan paling lama kemacetan sekitar 30 menit. Artinya masih masih ada harapan dapat melaksanakan shalat maghrib di masjid Agung Sipirok.
Mungkin ada puluhan mobil yang terus merengsek, ternyata di luar perhitungan sebab hampir satu jam kendaraan tertahan di titik itu.
Akung bercerita. "Kayaknya kita tidak sampai ke Sipirok untuk shalat maghrib sebab macetnya cukup panjang sebab ada truk yang nyangkut di jalan rusak di kawasan Batu Jomba."
Ternyata benar, satu setengah jam atau 90 menit kami tertahan karena ada kendaraan yang tersangkut di jalan rusak di kawasan Batu Jomba. Padahal panjang jalan rusak itu sekitar 15 meter.
Mendengar jalan rusak di Batu Jomba, mengingatkan ku lima tahun silam saat perjalanan dari Padang menuju Aceh. Saat itu, kendaraan kami tertahan karena di ruas jalan di lokasi tersebut juga ada mobil yang nyangkut sehingga menimbulkan kemacetan panjang.
Lokasi kerusakan jalan yang dinilai sebagai penghambat laju kendaraan lintas Sumatera itu disebabkan tanahnya labil dan terus bergeser dan menurun terutama ketika dilewati truk bermuatan berat.
Namun menjadi pertanyaan adalah masalah jalan yang menjadi hambatan kelancaran lalu lintas itu sudah menahun, namun kok tidak ada solusinya?
Seorang pemerhati pembangunan di Tapanuli Bagian Selatan, Latif Kahfi, yang tegas meminta agar Jalan Batu Jomba yang rusak itu menjadi prioritas Joko Widodo (Jokowi).
"Harapan kita di penghujung masa jabatannya dua periode sebagai Presiden RI, Pak Jokowi kiranya dapat memerhatikan minimal memberi solusi atas kondisi buruk ruas jalan Batu Jomba ini," ujar Latif (kandidat doktor).
Kata Latif, mobil penumpang rusak, truk terbalik/terguling ke jurang sudah merupakan pemandangan biasa disaksikan masyarakat di area Batu Jomba tersebut. Belum lagi yang korban termasuk ekonomi warga.
"Kerusakan jalur jalan ekstrem Batu Jomba sudah lama dan bertahun-tahun dikeluhkan utamanya pengendara yang menggunakan jalur Batu Jomba. Makanya butuh perhatian," ujarnya.
Parahnya lagi, lanjut Latif, ketika musim penghujan jalur Batu Jomba kendaraan dari dua arah (Tatutung - Sipirok) sering terjebak macet belasan jam, dengan keadaan kendaraan yang 'mengular'. Apalagi di saat musim liburan tiba.
"Sebelum korban-korban bertambah banyak, alangkah baiknya Ruas Batu Jomba mendapat perhatian dari pihak terkait untuk memperbaiki pun merelokasi," harap Latif.
Terpisah, Manaek Manalu, pejabat pembuat komitmen (PPK) Siborong-borong - Sipirok, atau pihak Balai Besar Pelaksanaan Jalan Nasional, mengatakan bahwa pihaknya perhatian atas kondisi Ruas Jalan Batu Jomba yang kerap turun.
"Kita melakukan pemeliharaan dengan penimbunan, karena lokasinya adalah sesar yang turun dan patah. Setiap ada penurunan selalu ditimbun dengan material," tegasnya.
Hanya saya, lanjut Manaek, badan jalan Batu Jomba yang rutin ditimbun itu lekas rusak dan tak bertahan lama diakibatkan gesekan roda kendaraan yang tonase besar dan kendaraan yang lain, tambah gesekan roda yang ada menarik.
"Memang rencana pemerintah ada upaya untuk di relokasi, tolong di dukung ya," tutup Manaek.
Mudah-mudahan harapan warga agar akses dan kelancaran transportasi di seluruh penjuru nusantara itu lancar, sesuai tujuan pemerintah untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia.
Kerikil penghalang jalan trans Sumatera itu di Batu Jomba
Sabtu, 6 Juli 2024 16:19 WIB 45829