Jakarta (ANTARA) - Chief Economist PT Bank Mandiri Tbk Andry Asmoro menyatakan tantangan ekonomi Indonesia akan datang pada kuartal II dan III 2024.
“Bagi domestic economy sendiri, national election kemarin memberikan dorongan kinerja untuk di first quarter 5,11 persen tumbuh, cuma kita melihat tantangannya bukan di kuartal I, tapi di kuartal II, kuartal III nanti,” katanya dalam agenda rutin Mandiri Macroeconomic Outlook secara virtual, Jakarta, Selasa.
Pertumbuhan ekonomi RI pada triwulan I 2024 mencapai 5,11 persen, lebih tinggi dibandingkan 5,04 persen di kuartal sebelumnya. Capaian ini didorong akselerasi belanja pemerintah, terutama terkait pemilihan umum (pemilu) yang juga bersamaan dengan pembayaran tunjangan hari raya (THR) seiring Ramadhan 1445 Hijriah.
Tingkat konsumsi rumah tangga yang masih tumbuh positif sebesar 4,91 persen dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) 54,93 persen pada triwulan I-2024 menjadi salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kuartal I ini sudah mendapatkan dorongan yang luar biasa besar dari sisi politik, election, dan juga dari bulan puasa dan lebaran. Sementara lebarannya ada di awal April, mungkin kinerja April masih sedikit bagus, nanti mulai challenge di bulan Mei ini dan bulan Juni. Bulan Juni ada yang namanya back to school period, musim liburan juga, ini biasanya berdampak kepada sektor ritel atau FMCG (Fast-Moving Consumer Goods),” ungkap Andry.
Tantangan ekonomi Indonesia dipengaruhi risiko geopolitik karena eskalasi konflik di Timur Tengah yang mendorong kenaikan harga minyak, serta memicu volatilitas pasar keuangan global.
Nilai tukar rupiah terdepresiasi hingga sempat menyentuh posisi Rp16.260 per dolar Amerika Serikat (AS), terlemah sejak 2020. Menyikapi keadaan tersebut, Bank Indonesia dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bulan April 2024 menaikkan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps (basis points) mencapai 6,25 persen untuk menjaga stabilitas pasar keuangan domestik.
Pelemahan kondisi ekonomi global berimbas terhadap komponen investasi dan neraca perdagangan. Pertumbuhan investasi pada triwulan I masih cenderung lambat, terutama diakibatkan rendahnya investasi non-bangunan. Kinerja neraca perdagangan masih mencatatkan surplus meski dengan nilai yang terus menurun.
Artinya, potensi risiko ke depan masih besar akibat gejolak geopolitik global yang masih berlangsung, kenaikan harga energi dan pangan, serta tekanan dari keluarnya investasi portfolio asing yang menyebabkan penguatan dolar Amerika Serikat (AS).
Kendati begitu, ekonomi Indonesia diperkirakan masih cukup resilien menghadapi gejolak global. Rangkaian tahapan Pemilihan Presiden (Pilpres) dinilai akan mendorong keyakinan pelaku ekonomi untuk melakukan ekspansi. Selain itu, tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang bakal berlangsung juga dapat memberikan dorongan terhadap pertumbuhan konsumsi.
Bank Mandiri memproyeksikan ekonomi Indonesia masih akan mencatat pertumbuhan yang sehat pada 5,06 persen pada 2024.