Medan (ANTARA) - Direktur Utama Perumda Tirtanadi Kabir Bedi mengatakan, koordinasi menjadi kunci untuk mencegah pecahnya pipa air saat berlangsungnya pengerjaan proyek pembangunan dan renovasi sarana publik.
"Pihak proyek idealnya berkoordinasi dengan petugas kami di lapangan," ujar Kabir di Medan, Rabu.
Dia mencontohkan kejadian pecahnya pipa Perumda Tirtanadi di Jalan Sunggal, Medan, beberapa waktu lalu yang berdekatam dengan Instalasi Pengolahan Air (IPA), secara tidak sengaja akibat proyek drainase.
Akibat kejadian tersebut, katanya membuat penyaluran air bersih ke ribuan kepala keluarga terganggu.
Kendati demikian, Perumda Tirtanadi berhasil menyambung kembali pipa tersebut hanya dalam waktu sekitar delapan jam sejak kejadian. Namun, aliran air ke masyarakat terganggu hingga beberapa hari.
"Oleh karena itu, kami juga meminta kontraktor untuk lebih berhati-hati," kata Kabir.
Dia menjelaskan, setelah penyambungan pascapecah, pipa Perumda Tirtanadi memang membutuhkan waktu untuk mendistribusikan air karena masih banyak proses yang dilakukan.
Kabir meneruskan, karena pecah, pipa jadi terisi dengan udara. Udara ini terperangkap dan harus dikeluarkan terlebih dahulu dan itu membutuhkan waktu hingga dua hari.
"Kemudian ada waktu pula untuk pengeringan sehingga dampak pipa pecah itu bisa sekitar tiga hari. Air ini tidak seperti listrik yang langsung hidup begitu tuntas diperbaiki," tutur dia.
Jika air bersih masih "macet" setelah semua perbaikan rampung, Kabir Bedi menyebut bahwa itu dapat terjadi lantaran banyaknya pengguna yang membuka keran air secara bersamaan.
"Begitu air berjalan, pasti banyak masyarakat yang secara bersamaan membuka keran. Air jadi lambat mengalir khususnya kepada warga yang posisinya paling jauh," ujar Kabir.