Medan (ANTARA) - Perjalanan produksi Film Layar Lebar Perik Sidua-dua9 berlanjut di Gunung Sibuaten, Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak. Ini adalah gelombang kedua shooting dari 15-17 Juni 2023.
Ada 10 scene dari 96 scene yang tertuang di skenario akan dieksekusi secara sinematik yang mengambil lokasi shooting di antara tiga gunung. Dalam perjalanan gelombang kedua, Tim Produksi membawa 11 aktor dan 15 kru film. Seperti halnya Tour The Karo Volcano Park, kami tetap Bersama Bus Almasar bergerak di antara kelokan, tanjakan dan lembah-lembah yang berada di Kawasan pegunungan Karo.
Shooting Film Layar Lebar Perik Sidua-dua sebagai perwujudan spirit mempromosikan Kawasan Karo Volcano Park dan Kaldera Toba sebagai destinasi wisata yang digerakkan oleh potensi-potensi lokal Sumatera Utara. Berangkat dari semangat menjadi “tuan rumah di rumah sendiri”, produksi film yang digagas Gegeh Persada Film diharapkan ke depannya menjadi ruang besar untuk bertumbuhkembangnya talenta-talenta lokal dari berbagai latar belakang. Hal ini juga untuk menunjukkan kebhinekaan masyarakat Karo yang menjunjung tinggi adat istiadat warisan leluhur.
Sebagaimana halnya Rumah Produksi, Gegeh Persada Film yang perdana memproduksi Film Layar Lebar dengan keberanian dan percaya diri, hendak mengukir masa depan perfilman Sumatera Utara, ke depannya jejak-jejak itu dapat terbaca di dinding-dinding Sibuaten, Sinabung dan Sibayak. Jalan yang dilalui juga tidak seperti jalan Tol yang lurus dan mulus, kami memilih jalan berliku diantara dua jurang, menanjak dan menukik tajam.
Dari Medan, Bus Almasar menembus kemacetan hingga naik ke puncak 2000 Siosar, tepatnya di Kv. Surya milik pengungsi Sinabung. Kami langsung disambut dengan angin gunung yang keras dan dingin. Cuaca cerah, langit berwarna biru. Dari Kv. Surya ini nampak Gunung Sibuaten tegak kokok menopang langit. Dan di kejauhan terlihat Sinabung dan Sibayak yang tak gentar menjulang. Di ketinggian Siosar ini ada 2 scene yang kami eksekusi: Rasta dan Mbako membahas ulah Max yang dianggap kurang ajar terhadap Jilena. Di scene ini hendak menunjukkan ke publik bahwa perempuan Karo memiliki marwah yang tinggi, tidak boleh sembarangan disentuh.
Di scene selanjutnya, Paguh berkeluh kesah tentang kondisi ekonomi kepada saudara laki-lakinya Eben. Dia hendak meminjam uang kepada Jilena. Di scene ini menampilkan sosok petani Karo dalam menghadapi berbagai persoalan hidup. Lahan yang luas tidak menjamin kesejahteraan masyarakat Karo meningkat. Di antara tiga gunung yang terlihat dari Kv. Surya, masyarakat Karo merawat tradisinya, mengolah tanahnya dan membangun berbagai destinasi wisata.
Dari Siosar, kami melihat rumah kayu berbentuk panggung milik Paguh dan Lisma di Desa Kacinambun. Paguh yang sehari-harinya berprofesi sebagai petani, terlihat cemas menanti kepulangan isteri dari pasar. Ya, kehidupan tak selamanya sesuai dengan apa yang kita inginkan. Keluarga sederhana ini di antara luasnya lahan pertanian menghadapi segala persoalan hidup dengan cinta dan kasih sayang.
Tiga scene berhasil kami eksekusi sinematik Film Perik Sidua-dua, melibatkan lima aktor yang memiliki profesi dan latar belakang yang berbeda-beda. Rasta diperankan Paul G. sitepu yang kesehariannya berprofesi sebagai penjahit kain gorden, Mbako diperankan Judea Sitepu yang berprofesi sebagai guru di Berastagi, Lisma diperankan Lilis Tarigan yang berprofesi sebagai Kepala Sekolah SMPN 12 Binjai, Paguh diperankan Yori Barus berprofesi sebagai pengelola Warkop Ateta di Selayang, Medan dan Eben diperankan Mercy Josse S, mahasiswa salah satu perguruan tinggi di Medan.