Medan (ANTARA) - Negara-negara ASEAN dinilai perlu penguatan kerja sama yudisial, penegakan dan bantuan hukum antarnegara, karena kejahatan transnasional saat ini terus berkembang dan terorganisir, sehingga memudahkan para pelaku untuk bisa melarikan diri dari hukum.
"Para pelaku kejahatan transnasional yang tidak mengenal perbatasan sebuah negara saat ini tidak hanya mencakup tindak pidana terorisme saja," kata mantan Anggota Komisi Yudisial RI, Dr Farid Wajdi di Medan, Senin, ketika diminta tanggapan terkait Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Ke-42 ASEAN, 9-11 Mei 2023 di Labuhan Bajo, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Farid menyebutkan kejahatan transnasional juga sudah mencakup tindak pidana perdagangan gelap seperti obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, perdagangan satwa yang dilindungi, perdagangan kayu ilegal, penyelundupan senjata, pencucian uang, pembajakan di laut, kejahatan ekonomi internasional dan kejahatan dunia siber.
Selama ini, kata Farid, di Asia Tenggara sebenarnya negara-negara yang tergabung dalam ASEAN juga sudah melakukan beberapa kerja sama hukum internasional dengan komponen penting dari penyelidikan hingga penuntutan pidana.
"Beberapa kerja sama yang menguntungkan negara ASEAN yakni ekstradisi, bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana, Interpol dan kerja sama polisi se-ASEAN (ASEANPOL)," ucapnya.
Baca juga: Unimed optimistis dapat kerja sama dengan perguruan tinggi terbaik di ASEAN
Ia mengatakan ASEAN juga telah melakukan upaya kolektif di tingkat regional dan internasional untuk memerangi kejahatan transnasional.