Simalungun (ANTARA) - Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat meminta dukungan sekaligus peran media khususnya lembaga penyiaran televisi dan radio menjadi penyampai informasi yang baik dan jernih selama tahapan Pemilu 2024.
Dengan demikian, media penyiaran dituntut menjadi katalisator berita yang benar dan menyejukkan di masyarakat selama pesta demokrasi berlangsung.
Hal itu dikatakan Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah saat membuka kegiatan Press Camp di Parapat, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, Rabu.
Mengusung tema "Pers bebas bermartabat wujudkan demokratisasi penyiaran jelang Pemilu 2024", sejumlah perwakilan media elektronik, massa, dan online menjadi peserta.
"Menjelang Pemilu 2024 tentunya harapan besar kami bagi teman-teman media khususnya televisi dan radio, teman-teman ini menjadi katalisator pesan baik dan penjernih informasi. Menjelang Pemilu 2024 saya bilang katalisator tentunya teman-teman ini menjadi penyampai pesan kepada masyarakat berkaitan dengan tahapan pemilu yang jujur adil seperti apa, demokrasi yang kemudian berkualitas itu seperti apa itu menjadi pesan-pesan yang terus disampaikan dalam muatan-muatan program siaran yang dimiliki oleh teman-teman di media penyiaran," jelas Nuning.
Dikatakannya, belajar dari pengalaman Pemilu 2019, banyaknya informasi hoaks yang beredar di masyarakat menjadi tantangan bagi media penyiaran dan konvensional pada pemilu 2024. Terutama saat pemilihan presiden dan legislatif pada April, ditemukan banyaknya informasi atau konten siaran dan berita yang tidak bisa dibuktikan kebenarannya. Maka, peran media penyiaran dan konvensional yang telah melalui tahapan koreksi dan editing bisa menjadi penyampai informasi yang benar.
"Masyarakat kita ini pengguna internet semakin banyak tentunya filter juga harus dilakukan oleh berbagai pihak. Teman-teman di media penyiaran media konvensional tentunya harus menjadi rujukan utama bagi masyarakat untuk mengkonfirmasi informasi yang masih belum jelas. Sehingga teman-teman di lembaga penyiaran di media-media konvensional tentunya harus menghadirkan informasi yang akurat, informasi yang seimbang, proporsional dan tingkat validitasnya sudah dipertanggungjawabkan sehingga tidak menjerumuskan masyarakat terhadap kepada informasi-informasi yang tidak benar," pintanya.
Salah satu potensi ditemukan informasi hoaks, dikatakan Nuning ada di media sosial yang juga mendominasi pada Pemilu 2019. Namun, media sosial juga bisa dimanfaatkan lembaga penyiaran dan media konvensional sebagai benteng informasi hoaks.
Dengan begitu, lembaga penyiaran yang terverifikasi dewan pers juga bisa menguatkan eksistensi dan konten siaran kepada masyarakat yang aktif menggunakan media sosial sebagai sumber informasi.
"Tapi bagaimana teman-teman berkolaborasi dan menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menguatkan mengaplikasi informasi yang diproduksi oleh teman-teman. Saya juga yakin sekarang TV swasta, nasional dan lain sebagainya juga punya karena yang kemudian menggunakan streaming menggunakan internet menggunakan media sosial dan itu justru akan lebih mudah mempengaruhi publik," ujar Nuning.
Selain sebagai media katalisator, secara khusus ia juga berharap kepada lembaga penyelenggara pemilu dalam hal ini KPU serta Bawaslu menggandeng lembaga penyiaran dan media konvensional sebagai media sosialisasi dalam bentuk iklan kampanye, iklan layanan masyarakat, serta debat kandidat.
"Misalnya saat penyelenggara pemilu menyelenggarakan debat, baik itu debat gubernur, bupati, wali kota bisa menggandeng lembaga penyiaran lokal. Bukan kemudian kami menampilkan televisi Indonesia, bukan. Tapi ini agar informasi yang disampaikan tepat sasaran dan dalam tanda kutip tidak sia - sia," pesannya.