Medan (ANTARA) - Komunitas Peradilan Semu (KPS) Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (FH UMSU) menggelar Seminar Nasional dan Open Ceremony Internal Moot Court Competition Jilid VI yang diselenggarakan di Auditorium Kampus UMSU Jalan Muhtar Basri Medan, Selasa (7/3).
Seminar Nasional tersebut mengambil tema Perlindungan Bagi Saksi Pelaku (Justice Collaborator) dalam Sistem Hukum Pidana di Indonesia dan dibuka secara resmi oleh Wakil Rektor III UMSU Dr Rudianto dan dihadiri oleh Dekan Fakultas Hukum UMSU Dr Faisal, Wakil Dekan I FH UMSU Dr Zainuddin dan Wakil Dekan I FH UMSU Atikah Rahmi SH MH serta ratusan mahasiswa dari komunitas peradilan semu yang berasal dari sejumlah Universitas di Medan.
Sebagai pembicara dalam acara tersebut adalah Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Dr Maneger Nasution, Kepala Bagian Litigasi dan Perlindungan Saksi KPK-RI Iskandar Marwoto MH, Praktisi Hukum Pascasarjana UMSU Dr Adi Mansar.
Dr Rudianto dalam sambutannya memberi apresiasi kepada Fakultas Hukum dan Komunitas Peradilan Semu (KPS) yang telah menggagas acara seminar nasional dan kompetisi praktik peradilan semu jilid VI. Seminar yang menghadirkan pakar dan ahli dibidangnya tentu saja menjadi nutrisi penting bagi mahasiswa dalam mendalami banyak aspek terkait persoalan hukum.
Rudianto mengatakan, kasus pembunuhan berencana yang dilakukan Fredi Sambo yang melibatkan banyak orang telah membangun persepsi yang luas ditengah masyarakat. ” Masyarakat menjadi lebih banyak tau tentang hukum setelah ditayangkannya peradian terkait kasus Ferdi Sambo selama berbulan-bulan,” kata Rudianto.
Rudianto juga memujikan peran yang dilakukan Fakultas Hukum UMSU yang telah memberi kontribusi banyak dalam menyiapkan praktisi dan akademi hukum yang kini berkiprah dibanyak tempat. Kegiatan Moot Coourt ( praktik peradilan semu) yang dilakukan hingga edisi ke-VI menjadi bukti betapa seriusnya Fahum UMSU menyiapkan lulusan yang memiliki kualitas unggul.
Sementara itu, Dekan Fakultas Hukum UMSU Dr. Faisal berharap dengan seminar nasional terkait dengan perlindungan saksi kepada justice Colaborator akan memberikan pencerahan terutama seputar permasalahan "perlindungan terhadap saksi"
Kata Faisal, dari Kasus Ferdi Sambo kita bisa belajar banyak. Bagaimana ceritanya seorang saksi yang melakukan penembakan kemudian menjadi Justice Collaborator dan kemudian hukumannya bisa menjadi ringan, tanya Faisal. Seminar Nasional kali ini akan dijelaskan secara terang benderang oleh ahlinya dari LPSK-RI dan KPI RI.
Perlindungan Terhadap Justice Collaborator
Pada seminar yang menghadirkan tiga narasumber itu, Dr Maneger Nasution menjelaskan, saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan.
Berdasarkan UU LPSK maka seorang Justice Collaborator bisa mendapatkan penghargaan atas kesaksian berupa: keringanan penjatuhan, pidana; atau pembebasan bersyarat, remisi tambahan, dan hak narapidana lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan bagi Saksi Pelaku yang berstatus narapidana.
Sementara itu Pakar Hukum UMSU Dr. Adi Mansar mengungkapkan fakta bahwa berdasarkan temuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) hingga 24 November 2021, jumlah narapidana yang menjadi justice collaborator untuk kasus korupsi adalah sebanyak 209 orang. Lembaga yang paling banyak memberikan status justice collaborator pada napi korupsi adalah kejaksaan, yakni 173 orang.
Lembaga pemberi status justice collaborator terbanyak kedua adalah KPK, yakni kepada 22 orang. Sedangkan institusi kepolisian memberikan status itu untuk 14 orang.
Jumlah justice collaborator dalam kasus korupsi pun jauh lebih sedikit dibandingkan kasus narkotika. Dari informasi yang dihimpun LPSK, jumlah status justice collaborator yang dikeluarkan penegak hukum terkait tindak pidana narkotika sudah mencapai 27.124 orang, terhitung hingga 24 November 2021.
Kepala Bidang Legitasi dan Perlindungan Saksi KPK-RI, Iskandar Marwanto menjelaskan bahwa saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri. (Pasal 1 angka 26 KUHAP).
Terkait, Justice Collaborator (JC) adalah saksi yang juga sebagai pelaku suatu tindak pidana yang bersedia membantu aparat penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana atau akan terjadinya suatu tindak pidana untuk mengembalikan aset-aset atau hasil suatu tindak pidana kepada negara dengan memberikan informasi kepada aparat penegak hukum serta memberikan kesaksian di dalam proses peradilan (SKB 2011: KPK-POLRI-LPSK-Kejaksaan).
Iskandar Marwanto mengatakan, kini terjadi trend penurunan permintaan dan penetapan status sebagai JC oleh para tersangka, terdakwa maupun terpidana TPK.
Seminar yang berlangsung dua jam itu pandu oleh Ibnu Raja Lubis ditandai dengan penyerahan sertifikat dan cinederama serta penyerahan tropy Kompetisi Peradilan Semu yang diikuti sebanyak sembilan tim.