Tanjungbalai (ANTARA) - Kapolres Tanjung Balai AKBP Ahmad Yusuf Affandi menegaskan tidak ada restorative justice bagi predator atau pelaku tindak kejahatan seksual terhadap anak.
Hal itu dinyatakan Kapolres dalam konferensi pers terkait sejumlah kasus kejahatan seksual terhadap anak yang korbannya masih pelajar SMP atau sederajat, Senin (7/11).
"Untuk memberikan efek jera bagi masyarakat luas agar tidak melakukan kejahatan seksual terhadap anak, tidak ada RJ (restorative justice), para predator anak ini akan dihukum berat," tegas Yusuf.
Kapolres menjelaskan, selama Oktober 2022 ada 7 laporan terkait kejahatan seksual terhadap anak yang berhasil dihimpun. Tiga di antaranya masih dalam tahap penyidikan.
Dari tujuh kasus kejahatan seksual terhadap anak yang ditangani, 4 perkara sudah komplit dan tersangka sudah ditetapkan dan ditahan.
"Tiga perkara lagi masih dalam proses penyidikan," ujar Kapolres.
Kapolres juga menghimbau para orang tua turut mengawasi serta memantau aktivitas anak. Termasuk di lingkungan sekolah sehingga terhindar dampak negatif pergaulan bebas, khususnya kejahatan seksual terhadap anak.
"Jika mendapati perubahan perilaku terhadap tumbuh kembang anak, para orang tua jangan ragu melapor ke kepolisian. Tujuannya untuk meminimalisir dan mencegah maraknya kejahatan seksual terhadap anak," imbau Yusuf.
Sementara itu, Kasat Reskrim AKP Eri Prasetyo menjelaskan sepanjang Oktober 2022 Polres Tanjung Balai menerima 7 laporan tindak kejahatan seksual terhadap anak, diantaranya dilakukan AR (36) oknum guru yang berulang kali menyetubuhi korban AV (14) merupakan anak didiknya.
"Modusnya pelaku seorang guru MTs memberikan tugas kepada muridnya (korban), kemudian korban dibawa rumah kontrakan lalu disetubuhi hingga enam kali," kata Ery Prasetyo.