Jakarta (ANTARA) - Juru Bicara Pemerintah untuk COVID-19 Reisa Broto Asmoro menyatakan bahwa gangguan ginjal akut tidak ada kaitannya sama sekali dengan vaksin COVID-19 yang saat ini terus digencarkan oleh pemerintah.
“Sampai saat ini, tidak ada bukti ilmiah yang membuktikan kalau gangguan ginjal akut ini terkait dengan vaksin COVID-19 ataupun bahkan terkait dengan infeksi COVID-19,” kata Reisa dalam Siaran Sehat Perkembangan Penanganan Gangguan Ginjal Akut di Indonesia yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin.
Reisa menuturkan pemerintah masih terus mendalami penyebab terjadinya gagal ginjal akut yang menyerang anak-anak. Belum ada bukti yang menunjukkan bahwa kandungan vaksin COVID-19 menjadi salah satu penyebabnya.
Hal ini juga dibuktikan dengan penemuan kasus di lapangan, bahwa hal tersebut bertentangan dengan pemberian vaksin COVID-19 yang saat ini sudah bisa diberikan pada anak-anak usia enam tahun ke atas. Sedangkan kasus gagal ginjal akut, didominasi terjadi pada anak-anak balita.
Baca juga: Dinkes Sibolga sebut dua balita terkonfirmasi gagal ginjal akut
Meskipun ada yang sampai remaja, makanya kita pantau terus saja. Sebagai warga Indonesia yang baik, kita tunggu kinerja pemerintah ini yang terus melakukan penyelidikan investigasi terkait dengan gangguan ginjal akut ini,” kata Reisa yang juga Duta Adaptasi Kebiasaan Baru itu.
Justru sebaliknya, dengan ditemukannya varian baru XBB di Indonesia, seharusnya semua pihak memperkuat perlindungan melalui vaksinasi COVID-19, yang dapat membantu menciptakan antibodi pada tubuh.
“Vaksinasi tetap membantu kita menciptakan antibodi yang bertahan, sehingga tetap dibutuhkan Jangan takut karena ternyata tidak ada hubungannya sejauh ini dengan penyakit gagal ginjal ini,” ujar dia.
Dalam kesempatan itu, Reisa mengajak masyarakat untuk tetap waspada dengan berbagai penyakit yang kini berada di lingkungan sekitar, termasuk terjadinya gangguan ginjal akut pada anak. Diharapkan orang tua dapat selalu mengkonsultasikan pemberian obat atau vitamin pada tenaga kesehatan terlebih dahulu.
Kemudian sebagai upaya melindungi diri dari COVID-19, ia mengingatkan masyarakat untuk segera melengkapi dosis vaksin dengan booster, supaya imunitas tetap tinggi meskipun ada varian XBB sehingga keparahan dapat ditekan.
“Semoga kita semua keluar dari pandemi, harus terus semangat menjalankan protokol kesehatan dan vaksinasi COVID-19 ya,” katanya.
Juru Bicara Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Mohammad Syahril menambahkan, ginjal merupakan organ yang berperan sangat penting terhadap metabolisme tubuh, sehingga harus terus dijaga agar semua organ dapat menjalankan tugas dengan semestinya.
Pada mulanya, Kemenkes memiliki empat dugaan terkait penyebab gagal ginjal akut pada anak. Penyebab pertama adalah diare berat yang menyebabkan tubuh mengalami dehidrasi diikuti dengan muntaber pada anak.
Kedua, adanya demam berdarah (DBD) yang menyebabkan pendarahan pada anak. Ketiga, yakni adanya infeksi seperti infeksi yang berasal dari rumah sakit ketika dirawat, kemudian ada keparahan berat dan terakhir keracunan makanan atau obat-obatan.
Dari empat dugaan itu, Kemenkes bersama Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), epidemiolog dan farmasi sedang berusaha menyelidikinya. Sejauh ini, dugaan paling kuat menuju pada keracunan obat-obatan seperti obat sirop.
“Sekarang mengerucut ke intoksikasi campuran obat ya. Bukan obatnya, tapi campuran obat sebagai pelarut yang ada di dalam sirop tersebut,” katanya.