Yogyakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menekankan bahwa kejadian perkawinan dini pada anak harus ditekan agar angka prevalensi kekerdilan (stunting) turun setidaknya tiga persen pada tahun 2022.
“Bapak Presiden Joko Widodo menegaskan bahwa tahun ini harus turun tiga persen. Mudah-mudahan akhir tahun 2022 ini, menjadi 21 persen dari 24,4 persen. Oleh karena itu, kawin dininya jangan sampai dan harus dijaga,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo saat ditemui ANTARA di Yogyakarta, Senin.
Ia mengatakan bahwa perkawinan dini merupakan salah satu faktor yang menyebabkan tingginya angka prevalensi stunting yang dimiliki oleh Indonesia. Tercatat, pada tahun 2021 angka itu menyentuh 24,4 persen.
Adanya perkawinan dini pada seorang anak, katanya, memperbesar terjadinya kematian pada ibu dan bayi di Indonesia. Anak yang ditinggalkan oleh seorang ibu, akan memiliki peluang lebih besar terkena stunting karena kurangnya asuhan dan kasih sayang yang semestinya didapatkan.
Stunting yang terjadi akibat dari pengasuhan yang baik,kata da, disebabkan oleh emosi maupun fisik. Dari segi emosional, anak dapat dikatakan belum mampu dan siap menghadapi berbagai risiko dalam berumah tangga karena berada pada usia yang membutuhkan banyak waktu untuk bermain dan belajar.
Baca juga: Sumut sudah bentuk tim percepatan penurunan stunting
Sedangkan dari segi kesehatan secara fisik bagi perempuan, tubuh anak usia di bawah 19 tahun masih harus mengalami pertumbuhan terutama pada bagian rahimnya. Apabila anak sudah kawin pada rentang usia tersebut, potensi terkenanya kanker mulut rahim akan membesar.
Ia menambahkan pengasuhan yang buruk, berimbas pada meningkatnya angka perceraian di Indonesia. Keluarga yang tidak utuh, menimbulkan rasa tidak bahagia pada anak, sehingga salah satu dampaknya adalah hilangnya nafsu makan hingga kurangnya serapan nutrisi pada tubuh anak.
Sebagai upaya percepatan penurunan prevalensi stunting, BKKBN terus menggemakan slogan Empat Terlalu (4T) pada masyarakat yang mencakup jangan terlalu muda saat melahirkan, jangan terlalu tua saat melahirkan, jangan terlalu sering atau banyak melahirkan dan jangan ada jarak kelahiran yang berdekatan.
“Bukan sering kawin, tapi sering melahirkan. Kemudian jangan terlalu banyak anaknya. Dua anak saja tapi sehat dan tidak stunting,” katanya.
BKKBN juga membentuk forum Generasi Berencana (GenRe) yang dijadikan sebagai sebuah wadah bagi para remaja untuk mensosialisasikan cara mencegah stunting pada anak, pentingnya perencanaan berkeluarga sampai memperluas edukasi kesehatan reproduksi.
GenRe juga tidak hanya berbicara soal stunting dan bahaya perkawinan dini, kata Hasto. Tetapi juga mencegah munculnya remaja yang terkena gangguan mental emosional (mental emotional disorder), yang di Indonesia sendiri jumlahnya ada 9,8 persen.
Pengguna narkotika dan Napza yang ada di usia remaja pun menyentuh lima persen. Melalui forum itu, Hasto berharap pada tahun 2022 angka stunting dapat turun menjadi 21 persen. Diharapkan pula perkawinan dini beserta masalah remaja lainnya dapat teratasi, sehingga Indonesia memiliki generasi bangsa yang unggul dan sehat.
“Itu tinggi sekali di rutan-rutan. Banyak permasalahan narkotika dan itu tujuan berikutnya selain masalah kawin dini seperti di Yogyakarta ini. Jadi juga jangan narkotika,” demikian Hasto Wardoyo.