Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Utama Kantor Staf Presiden (KSP) Brian Sriprahastuti menyatakan 15 laporan kasus terkait gejala hepatitis akut di Indonesia hingga saat ini masih berstatus suspek.
Sebanyak 15 kasus temuan tersebut, kata Brian, belum bisa dikategorikan sebagai hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya (acute hepatitis of unknown aetiolog).
"Karena masih menunggu pemeriksaan, kemungkinan hepatitis E dan adenovirus. Semua masih dugaan atau suspek," kata dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Rabu.
Baca juga: 2.155.806 warga Medan dilindungi BPJS Kesehatan
Ia mengatakan dari 15 kasus yang dilaporkan tersebut, 11 kasus sudah diperiksa, dan hasilnya bukan hepatitis A, B, C, dan D.
"Tapi belum diperiksa untuk hepatitis E dan adenovirusnya, karena menunggu reagen," ujarnya.
Ia juga menegaskan dengan bertambahnya kasus dugaan hepatitis akut yang ditemukan, maka membuktikan Sistem Kewaspadaan Dini berfungsi.
Selain itu, Surat Edaran (SE) Menkes tentang Kewaspadaan terhadap Penemuan Kasus Hepatitis Akut yang Tidak Diketahui Etiologinya (Acute Hepatitis Of Unknown Aetiology) juga direspons dengan baik.
"Meski demikian masyarakat tetap harus meningkatkan kewaspadaan terutama untuk keluarga," kata Brian.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengumumkan bahwa terdapat 15 kasus suspek hepatitis akut di Indonesia pada Senin (9/5).
Sebanyak 15 kasus suspek tersebut ditemukan di DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Sumatera Barat. Penemuan kasus suspek ini setelah Kemenkes meningkatkan kewaspadaan dalam dua pekan terakhir.
Fenomena hepatitis akut yang tidak diketahui penyebabnya menjadi sorotan dunia setelah Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB) pada 15 April 2022. WHO menerima laporan 169 kasus hepatitis akut di 12 negara.