Medan (ANTARA) - Direktorat Kepolisian Air dan Udara (Ditpolairud) Polda Sumatera Utara menggagalkan pengiriman 89 pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang akan diberangkatkan ke Malaysia, Jumat (4/3).
"Sebanyak 89 PMI ilegal itu ditangkap di lokasi yang berbeda. Pertama, polisi meringkus 86 PMI ilegal pada 1 Februari 2022 di Perairan Sei Salang Olang, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara," kata Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Hadi Wahyudi, dalam keterangan tertulis, Sabtu.
Hadi menyebutkan polisi menangkap enam orang tersangka terdiri atas nakhoda kapal dan ABK. Kemudian, penangkapan kedua dilakukan pada 23 Januari 2022 di sekitar Kwala Bagan, Kabupaten Asahan.
Selanjutnya, kata dia, polisi meringkus tiga orang PMI ilegal. Mereka ditangkap saat kapal kayu yang ditumpanginya dihadang personel dari Ditpolairud Polda Sumut.
"Dalam peristiwa itu polisi meringkus sembilan orang tersangka terdiri atas nakhoda kapal kayu dan ABK kapal," katanya.
Baca juga: Polda Sumut tangkap puluhan PMI ilegal
Direktur Kepolisian Air dan Udara Polda Sumut Kombes Pol Toni Ariadi Effendi mengatakan para pekerja ilegal itu harus merogoh uang sebesar Rp4 juta hingga Rp15 juta agar bisa bekerja di Malaysia.
"Yang paling jauh dari Nusa Tenggara Barat (NTB) sampai Rp15 juta, namun ada yang Rp12 juta karena dia dibawa melalui pesawat dulu baru ke kapal. Kalau yang dari Sumatera Utara itu bayar Rp6 juta," ucapnya.
Selain menangkap sembilan orang tersangka pengiriman pekerja ilegal, katanya, polisi masih memburu tujuh orang lainnya yang masuk daftar pencarian orang (DPO). Mereka diduga berperan sebagai agen pengiriman.
Kepada polisi para calon pekerja migran ilegal itu mengaku akan dipekerjakan sebagai kuli dan pekerja perkebunan di Malaysia.
"Di sana (Malaysia) memang ada macam-macam pekerjaan.Tetapi kalau dia tidak memiliki dokumen yang sah biasanya kerja bangunan, kuli atau di daerah perkebunan yang memang jauh dari keramaian masyarakat," katanya.
Ia menyebutkan ke-89 PMI ilegal yang ditangkap berasal dari berbagai daerah seperti NTB,, Jawa Timur, Lampung, Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Utara. Saat ini mereka sudah dipulangkan ke kampung halamannya masing-masing, sedangkan para pelaku pengiriman PMI kini ditahan.
Para nakhoda dan ABK kapal itu dijerat dengan Undang-undang tentang Pekerja Migran Indonesia.
"Nakhoda dan ABK kapal melanggar Pasal 82,83 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia yang ancaman hukuman 10 tahun dan denda sampai Rp15 miliar," katanya.