Bengaluru/New Jersey (ANTARA) - Varian COVID-19 Omicron sebagian dapat menghindari proteksi dari dua dosis vaksin Pfizer Inc dan mitranya BioNTech, kepala penelitian laboratorium Institut Riset Kesehatan Afrika di Afrika Selatan pada Selasa.
Namun, penelitian itu menunjukkan darah dari orang yang menerima dua dosis vaksin itu dan sebelumnya sudah terinfeksi COVID-19 sebagian besar mampu menetralkan varian tersebut.
Karena itu, penelitian itu menyarankan bahwa dosis booster vaksin dapat membantu menangkis infeksi.
Baca juga: Dokter Dinkes Sumut dituntut tiga tahun penjara kasus jual beli vaksin
Alex Sigal, dosen di Institut Riset Kesehatan Afrika mengatakan di Twitter ada “penurunan yang sangat besar” dalam menetralkan varian Omicron yang relatif terhadap jenis COVID-19 sebelumnya.
Laboratorium itu menguji darah dari 12 orang yang sudah divaksinasi dengan dua dosis vaksin Pfizer/BioNTech, menurut naskah di laman laboratorium itu.
Data awal dalam naskah itu belum ditinjau secara berkelompok.
Darah lima dari enam orang yang sudah divaksin serta sebelumnya terinfeksi COVID-19 masih menetralkan varian Omicron, menurut naskah tersebut.
“Hasil ini lebih dari yang saya perkirakan. Lebih banyak antibodi yang Anda dapatkan, lebih banyak peluang Anda terlindungi dari Omicron,” kata Sigal dalam cuitannya di Twitter.
Ia mengatakan laboratorium belum menguji varian terhadap darah dari orang yang sudah mendapatkan dosis booster karena mereka belum ada di Afrika Selatan.
Berdasarkan naskah itu, laboratorium mengamati penurunan 14 kali lipat dalam tingkat antibodi penetralisasi terhadap varian Omicron.
Sigal mengatakan di Twtter bahwa angka tersebut kemungkinan akan disesuaikan setelah laboratoriumnya melakukan lebih banyak percobaan.
Sementara antibodi penetralisasi merupakan indikator respon kekebalan tubuh, para ilmuwan meyakini jenis sel lainnya, seperti sel B dan sel T juga distimulasi oleh vaksin dan membantu melindungi dari dampak COVID-19.
Data awal tidak mengindikasikan bahwa vaksin kurang mampu mencegah penyakit parah atau kematian. Sementara tes laboratorium tengah berlangsung, CEO BioNTech Ugur Sahin mengatakan pekan lalu “Kami berpikir kemungkinan orang-orang akan memiliki perlindungan dasar melawan penyakit berat yang disebabkan Omicron”.
Varian Omicron yang pertama kali terdeteksi di Afrika bagian selatan bulan lalu sudah membunyikan alarm secara global terhadap lonjakan infeksi lain dengan lebih dari dua puluh negara dari Jepang hingga Amerika Serikat yang melaporkan kasus itu.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengelompokkan pada 26 November lalu sebagai “varian perhatian”, tetapi mengatakan tidak ada bukti untuk mendukung perlunya vaksin baru yang secara khusus dirancang untuk melawan varian Omicron dengan banyak mutasinya.
Belum ada data signifikan bagaimana vaksin dari Moderna, Johnson & Johnson dan perusahaan obat-obatan lainnya menghambat varian baru.
Seluruh produsen, termasuk Pfizer dan BioNTech diharapkan mengeluarkan data mereka dalam beberapa minggu.
Pakar penyakit menular terkemuka di AS Dr. Anthony Fauci mengatakan pada Selasa bahwa bukti awal menunjukkan varian COVID-19 Omicron kemungkinan memiliki tingkat penularan yang lebih tinggi, tetapi tidak terlalu parah.
Ia mengatakan AS melakukan tes untuk menentukan perlindungan vaksin baru-baru ini terhadap varian tersebut dan memperkirakan hasilnya keluar minggu depan.
Umer Raffat, analis Evercore ISI, memperingatkan agar tidak terlalu banyak membaca satu penelitian dan mencatatkan adanya variabilitas yang signifikan dalam mengukur penurunan tingkat anitobodi dalam penelitian laboratorium sebelumnya.
“Kita tunggu saja penelitian tambahan untuk melihat gambaran yang lebih jelas,” katanya.