Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Bioplastik dengan bahan baku dari limbah singkong karya lima mahasiswa lintas fakultas Universitas Brawijaya (UB) menjadi solusi untuk mengatasi limbah popok bayi yang ramah lingkungan.
Lima mahasiswa lintas fakultas UB tersebut adalah Nandagesta Aurelia Shafa Wagmi (FMIPA), Arifah Ramadhani Azzah (FMIPA), Alifia Zahra (FTP), Sabrina Sekar Syalsabillah (FPIK), dan Sayyidati Nurmuthi’ah (FP).
"Limbah rumah tangga yang sulit diatasi adalah popok sekali pakai. Banyaknya popok bekas pakai yang dibungkus plastik mengakibatkan waktu degradasi menjadi dua kali lipat. Hal ini yang mendasari kami untuk membuat plastik organik ramah lingkungan dan cepat terurai dari limbah singkong," kata Ketua tim, Nandagesta Aurelia Shafa Wagmi di Malang, Jawa Timur, Sabtu (25/9).
Bioplastik yang dibuat lima mahasiswa tersebut dapat mendegradasi limbah popok yang dibungkus dengan mengintegrasikan bakteri endogenous mealworm.
Baca juga: Mahasiswa UB buat terobosan teknologi pembuatan minyak cacing
Produk bioplastik tersebut bertajuk “Biodegradasibilitas Polyethylene pada Popok Bayi terhadap Isolat Bakteri Endogenous Mealworm dengan Pemodelan Degradasi pada Kondisi Lingkungan”.
Menurut Nandagesta, setidaknya ada 450 miliar limbah popok di tempat pembuangan sampah. Kondisi ini terus bertambah setiap tahunnya. Jika ini terus terjadi pada generasi penerus, apa yang akan terjadi pada bumi? "Inilah saatnya, kita sebagai generasi muda beraksi dan menyelamatkan dunia,” kata Nanda.
Pemakaian popok di Indonesia, katanya, umumnya sampai bayi berumur 3-4 tahun dengan pemakaian 3-6 popok per hari. “Padahal, jumlah anak usia 0-4 tahun di Indonesia sekitar 24 juta. Ini mengakibatkan sampah popok bayi menempati urutan ketiga terbesar di TPA”, ujarnya.
Kebiasaan membungkus popok sekali pakai dengan kantong plastik juga memperlambat proses degradasi limbah, karena terdapat lapisan Polietilen yang sulit diurai.
“Dapat dibayangkan, betapa panjangnya waktu degradasi popok bayi apabila popok yang sudah terlapisi polietilen masih dibungkus lagi dengan kantong plastik polietilen. Degradasi popok yang terbungkus kantong plastik ini menjadi lebih lama 2 kali lipat," ujarnya.
Lamanya proses penguraian ini dikarenakan tidak ditemukannya bakteri yang mampu mendegradasi PE di TPS. Bakteri ini hanya ditemukan pada mealworm.
“Mealworm mampu mendegradasi PE dan bertahan hidup hanya dari memakan PE. Hal ini membuka pintu baru untuk memecahkan masalah polusi plastik global. Namun, dalam realitanya, mealworm lebih memilih memakan makanan alami daripada plastik PE,” ucapnya.
Bioplastik yang digunakan untuk membungkus limbah popok bayi terbuat dari limbah singkong yang diintegrasikan dengan bakteri endogenous mealworm yang mampu mendegradasi PE, sehingga limbah popok yang terbungkus dalam bioplastik dapat terdegradasi dalam waktu yang sangat singkat.
Dengan menggunakan bioplastik inovasi kelima mahasiswa ini, popok yang baru dapat terdegradasi selama 250-500 tahun, dapat terdegradasi hanya dalam waktu 2 bulan.
Pendegradasian plastik tersebut, menggunakan isolat bakteri endogenous mealworm dan diharapkan dapat mengedukasi bagi masyarakat terhadap solusi limbah plastik terutama popok bayi.
"Program penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan bagi pelaku yang bergerak di bidang plastik untuk meningkatkan nilai jual dengan menggunakan teknologi dengan bahan dasar limbah singkong ini," katanya.