Jakarta (ANTARA) - Salah satu problema dan tantangan orang tua masa kini di tengah pandemi COVID-19 khususnya untuk orang tua yang berkarir adalah berlakunya tantangan multitasking 24/7 yang mengharuskan mengurus anak dengan maksimal dan juga bekerja dengan optimal dari satu tempat yang sama yaitu rumah.
Rumah yang pada masa normal menjadi tempat untuk beristirahat dan berlindung dari sebuah kepenatan hiruk pikuk pekerjaan, kini menjadi tempat berkumpulnya semua masalah yang tentunya tetap harus dihadapi dengan penanganan yang tepat.
Baca juga: Konsultasi klinik spesialis anak meningkat selama pandemi
Sebagaimana diungkapkan dokter spesialis okupasi Ade Mutiara, banyak orang yang mengalami burn out (stres yang berhubungan dengan pekerjaan). Ibu misalnya tidak cukup tangannya untuk melakukan pekerjaan sambil merawat anak sekaligus di tengah pandemi, semua tanggung jawab rasanya ada di satu orang.
"Jadi perlu ada fungsi adaptasi orang tua dan keluarga bagaimana menyesuaikan perubahan situasi ini sehingga ada resiliensi ketahanan mental dan juga imunitas sehingga individu bisa tetap waras di situasi pandemi ini,” kata dokter Ade Mutiara.
Melakukan multiperan tentu memberikan tekanan terutama jika dilakukan tanpa berhenti dan tanpa adaptasi, maka tidak heran banyak bermunculan keluhan gangguan kecemasan dan depresi.
Dokter yang juga menjabat sebagai spesialis kesehatan okupasi di SKK Migas itu menjelaskan tidak sedikit para orang tua yang menjalani kerja dari rumah yang merasa mudah stres dan akhirnya emosinya menjadi meledak-ledak.
Kondisi emosi meledak-ledak itu akhirnya menciptakan suasana di rumah menjadi tidak nyaman sehingga berdampak pada kualitas pola asuh anak yang jadi tidak optimal.
Padahal di tengah pandemi ini, orang tua seharusnya bisa menjadikan momen berada di dalam rumah untuk memantau anak dengan lebih maksimal dan memenuhi kebutuhan anak yang terlewatkan ketika bekerja dari kantor.
Lalu bagaimana cara yang tepat agar kedua hal penting ini bisa berjalan dengan selaras dan seirama sehingga bisa menjadi harmoni yang tepat?
Berbagi peran
Sebelum pandemi pun, semua orang tahu pola pengasuhan anak memang seharusnya dibagi secara merata antara ibu dan ayah.
Namun pada praktiknya sering dilakukan adalah ibu lebih mendominasi pola pengasuhan daripada ayah.
Di masa pandemi ini dengan situasi yang sama- sama bekerja dari rumah, kedua orang tua bisa memperbaiki pola pengasuhan tersebut dengan berbagi tugas dan peran.
Dokter Ade menyarankan baik ayah maupun ibu harus memiliki porsi waktu yang sama untuk mengurus anak baik di usia dini atau pun di usia bersekolah yang mengharuskan pembelajaran jarak jauh (PJJ) dilakukan agar anak merasa diperhatikan dan mendapatkan porsi kasih sayang yang sama besarnya dari kedua belah pihak.
“Misalnya ayah membantu anaknya di pagi hari untuk siap-siap PJJ, sementara ibu bersiap bekerja karena kan pandemi ini tentu memotong waktu yang sebelumnya dihabiskan untuk mobilisasi ke kantor kan. Setelah ibu siap, ayahnya kemudian siap-siap bekerja dan hal yang belum disiapkan bisa dibantu ibu. Jadi seimbang,” kata dokter Ade.
Psikolog Klinis Ratih Ibrahim pun menyatakan hal yang sama bahwa baik ibu dan ayah harus memiliki peran dan porsi yang sama besarnya dalam pengasuhan anak.
Ayah berperan besar untuk melengkapi respons perilaku yang lebih beragam agar bisa dikenali oleh si buah hati.
Dengan porsi peran yang seimbang antara ibu dan ayah khususnya di masa pandemi maka anak pun bisa menumbuhkan kepercayaan diri dan bisa melakukan eksplorasi diri dengan lebih berani.
“Kerja sama yang baik antara ibu dan ayah dalam proses pengasuhan akan menciptakan suasana keluarga yang hangat dan aman, suasana ini mendukung buah hati tumbuh berkembang dengan optimal,” kata psikolog lulusan Universitas Indonesia itu.
Selain berbagi peran dan porsi pengasuhan, untuk memberikan hasil yang optimal dalam menjalankan kerja dari rumah orang tua perlu membagi ruang dan penjadwalan waktu sehingga bisa memisahkan antara kepentingan kerja dan keluarga.
Misalnya ayah dan ibu bekerja di ruang kerja atau di kamar tidurnya dengan jadwal pukul 09.00-17.00 WIB, sementara anak belajar di ruang tamu atau di kamarnya mulai pukul 07.00 WIB-13.00 WIB, setelahnya ia bisa bermain atau mengerjakan tugas sekolah hingga orang tua selesai bekerja.
Selama jam itu baik anak maupun orang tua dilarang saling menganggu sehingga saling memahami batasan kegiatan.
Pastikan ada waktu jeda atau istirahat sehingga kegiatan keluarga tidak terabaikan saat berada di dalam rumah.
“Jadi bukan berarti orang tua bekerja dari rumah itu benar-benar mendampingi anaknya PJJ, perlu ada ruang kerja yang berbeda juga antara orang tua dan anak sehingga tidak saling mengganggu. Nah di masa jeda bisa saling memperhatikan, orang tua bisa mengapresiasi anak ketika ada pencapaian yang diraih, ini penting loh sehingga anak bisa menumbuhkan kemandirian. Jeda ini pun bisa dilakukan bersama-sama dengan cara yang menyenangkan bisa streching bersama di ruang tamu, atau tidur siang 15 menit agar bisa produktif lagi,” dokter Ade menyarankan.
Setelah jadwal selesai, pastikan baik anak dan orang tua sama-sama mengakhiri waktunya di depan laptop atau gadget-nya dari kegiatan virtual baik sekolah dan bekerja sehingga bisa menjalani waktu keluarga dengan maksimal.
Selama waktu keluarga berlangsung, agar tidak bosan orang tua harus aktif berkreativitas sehingga anak juga bisa mendapatkan stimulasi yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangannya.
Tidak harus menggunakan barang-barang yang rumit untuk beraktivitas bersama dengan anak di waktu keluarga, jadikan kegiatan sehari-hari di rumah seperti memasak atau bersih- bersih rumah sebagai cara menghadirkan waktu berkualitas dan juga cara mendidik anak.
Psikolog Ratih mencontohkan beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di antaranya mencuci piring bersama, membuat kue bersama, atau pura-pura berjemur layaknya di pantai di halaman rumah.
“Kegiatan semacam itu, selain membantu meringankan pekerjaan rumah orang tua juga membantu anak mendapatkan stimulasi yang baik. Jangan lupa diapresiasi sehingga anak bisa terus menciptakan pencapaian yang lain dan semangat untuk beraktivitas bersama keluarga,” ujar Ratih.
Lalu bagaimana jika orang tua tetap merasa jenuh atau stres meski sudah menerapkan semua metode di atas?
Sebagai dokter yang bergerak menangani masalah kesehatan pekerja, dokter Ade menyarankan agar orang tua pun bisa mencari dukungan tambahan atau mencari “ventilasi” ke orang-orang terdekat yang dipercaya.
Menurutnya wajar jika orang tua merasa tertekan, karena saat ini memang masa-masa yang sulit.
Baik ayah atau pun bunda perlu bercerita ke “ventilasi” yang dipercaya seperti kepada adik atau pun sahabat agar bisa merasa lebih lega.
Bahkan, jika merasa perlu ayah dan bunda bisa berkonsultasi ke tenaga medis yang tepat sehingga mendapatkan penanganan.
“Stres itu normal. Kita ga mungkin di masa ini terus menunggu badainya lewat, ini adalah saatnya kita dance in the rain, menari bersama badainya. Menikmati situasi yang ada bersama-sama dengan keluarga,” ujar dokter Ade.
Situasi pandemi COVID-19 menjadi titik balik bagi hampir seluruh individu di muka bumi, meski terasa berat bagi orang tua namun rupanya selalu ada hal baik di balik musibah ini.
Meski sulit dijalani, orang tua tetap harus mengingat tanggung jawabnya mengurus hal-hal yang terbaik untuk keluarga dan buah hati.
Jadikan masa sulit ini sebagai langkah menguatkan jalinan antara orang tua dan anak serta pasangan sehingga pada akhirnya tantangan ini menjadi hal yang bisa dilewati.