Yogyakarta (ANTARA) - Pengamat Timur Tengah Universitas Gadjah Mada (UGM) Siti Mutiah Setiawati menilai para pemimpin negara-negara anggota Liga Arab kecil kemungkinan membantu Palestina menghadapi kekerasan yang digencarkan Israel mengingat konflik internal di masing-masing negara itu belum usai.
"Kalau bangsa Palestina terkesan diabaikan negara-negara Liga Arab, karena mereka sendiri punya masalah masing-masing," kata Siti Mutiah saat dihubungi di Yogyakarta, Senin (17/5)
Baca juga: Pertemuan DK PBB tentang Palestina berakhir tanpa hasil konkret
Menurut dia, hingga saat ini tidak sedikit negara-negara Liga Arab yang masih bersitegang dengan sesama anggota. Beberapa negara bahkan masih bermasalah dengan rakyatnya sendiri, dan sejumlah negara lainnya justru bersekutu dengan Israel.
Ia mencontohkan, Arab Saudi hingga kini masih belum mengakhiri konflik dengan Yaman dan berselisih pula dengan Qatar. Demikian juga dengan Suriah yang sampai saat ini masih terjadi krisis antara pemimpin dan rakyatnya.
"Uni Emirat Arab dan Bahrain malah menjalin hubungan diplomatik dengan Israel. Jadi, memang mereka sudah terpecah," kata dia.
Melihat peta situasi politik dan keamanan di Liga Arab, Mutiah pesimistis negara-negara organisasi itu akan meluangkan tenaga untuk membantu Palestina.
"Mana bisa organisasi yang bermasalah menyelesaikan masalah," kata dia.
Meski demikian, Mutiah manilai bantuan dan dukungan yang besar untuk Palestina masih berpeluang muncul dari negara-negara yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI).
Keberpihakan anggota OKI seperti Turki, Indonesia, serta Malaysia cukup jelas mendukung Palestina baik secara moril maupun materiil.
Pernyataan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang terang-terangan mengancam Israel dengan mengerahkan negara-negara Islam, menurut Mutiah, menjadi simbol keberpihakan yang cukup berani.
Demikian pula dengan Pemerintah Indonesia, menurut dia, cukup tegas menyatakan keberpihakan terhadap Palestina dengan mengucurkan berbagai bantuan moral maupun materi hingga pendirian konsulat kehormatan Republik Indonesia (RI) di Ramallah pada 2016.
"Kemudian Indonesia tidak punya hubungan diplomatik dengan Israel, itu artinya kita mendukung Palestina," kata dia.
Keberpihakan itu sesuai dengan arah politik luar negeri Indonesia yakni ikut memperjuangkan perdamaian dunia serta ikut menghapuskan penjajahan di muka bumi.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo pada Selasa (11/5) telah menyampaikan posisi tegas Indonesia, bahwa tindakan Israel yang mengusir warga Palestina dari Sheikh Jarrah, Yerusalem Timur, dan menyerang warga sipil Palestina di Masjid Al-Aqsa merupakan tindakan yang tidak dapat dibiarkan.
Indonesia juga mendesak Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) untuk mengambil tindakan nyata atas pelanggaran yang terus dilakukan Israel.