Tapsel (ANTARA) - Ada cerita miris di balik peristiwa bencana alam tanah longsor di dekat areal proyek Perusahaan Listrik Tenaga Air (PLTA) Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan yang terjadi pada Kamis (29/4) dan diduga merenggut 12 korban jiwa manusia.
"Pada hari naas itu isteri saya (Helmawati, 31, korban ditemukan meninggal) sempat menelpon. Pesannya, Bang pulanglah, anak-anak rindu, nanti kita tak jumpa," kata Markus kepada ANTARA, Sabtu (1/5).
Sambil sesekali mengusap wajahnya, pria berkulit putih yang merupakan karyawan grosir di Kota Medan ini mengaku seakan mimpi dan kurang percaya bahwa musibah menimpa keluarganya sekaligus dengan begitu cepat.
Baca juga: Update longsor di PLTA Batang Toru, BPBD: Tiga korban ditemukan tewas
"Bagai mimpi seakan tak percaya komunikasi HP Kamis pukul 12.30 WIB itu ternyata pertanda untuk perpisahan yang selama-lamanya bersama isteri dan kelima anak-anakku," ucapnya terbata.
"Kini Ia (Helmawati) telah pergi bersama anak-anak dan kedua mertua serta semua keponakan saya," ujarnya seraya berharap korban yang lain bisa cepat ditemukan.
Nama kelima anak Markus yang diduga menjadi korban longsor yang berlokasi di titik lokasi proyek PLTA Batang Toru R17 K4 100' itu adalah Juffiter (11), Novita (9), Sutan Fari (7), Sabrio (5) dan Risda (2).
Baca juga: Pencarian korban longsor Batang Toru libatkan anjing pelacak
Ia menambahkan, selain kelima anak dan isterinya yang tinggal bersama kedua mertuanya Waruwu, dua anak parebannya bernama Adisman Jaluhu (49) yang bekerja di Sosopan, Paluta juga diduga menjadi korban dalam musibah itu.
Korban meninggal yang sampai saat ini sudah berhasil ditemukan tiga orang. Sisanya diduga sembilan orang lagi termasuk dua karyawan PLTA Barang Toru masih terus dicari.