London (ANTARA) - Harga minyak tergelincir pada akhir perdagangan Senin (Selasa pagi WIB), ketika dolar yang lebih kuat, kekhawatiran atas melonjaknya kasus COVID-19 di seluruh dunia dan lambannya vaksinasi terhadap virus Corona melebihi rebound kuartalan yang lebih baik dari perkiraan untuk pertumbuhan ekonomi China.
Minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman Maret melemah 35 sen atau 0,64 persen, menjadi menetap di 54,75 dolar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS turun 21 sen atau 0,40 persen menjadi ditutup di 52,15 dolar AS per barel.
"Ketakutan ekonomi yang disebabkan oleh Corona, dolar AS yang lebih kuat dan sentimen investor yang lebih pesimis semuanya memainkan peran mereka dalam fakta bahwa Brent diperdagangkan ... sekitar tiga dolar lebih rendah dari Rabu lalu (13/1/2021)," kata analis Commerzbank, Eugen Weinberg.
Kontrak acuan minyak telah menguat dalam beberapa minggu terakhir, didukung oleh peluncuran vaksin COVID-19 dan penurunan mengejutkan dalam produksi oleh Arab Saudi. Tetapi lambannya vaksinasi telah menimbulkan keraguan tentang seberapa cepat perekonomian dapat pulih.
Seorang pejabat Inggris mengatakan peluncuran vaksin Inggris dibatasi oleh proses manufaktur yang "tidak mulus", dan Pfizer Inc mengatakan mereka mendistribusikan lebih sedikit dosis vaksinnya di Eropa pada Januari daripada yang dikontrak semula.
“Kampanye vaksinasi, meskipun sedang berlangsung, memperlambat kecepatan yang diperlukan untuk mempercepat pemulihan global pada kuartal pertama dan permintaan minyak akan kembali lambat,” kata kepala pasar minyak Rystad Energy, Bjornar Tonhaugen.
Dolar AS yang menguat untuk hari ketiga berturut-turut pada Senin (18/1/2021) ke level tertinggi empat minggu, juga membebani harga minyak mentah. Minyak biasanya dihargai dalam dolar, jadi dolar yang lebih kuat membuat minyak mentah lebih mahal bagi pembeli dengan mata uang lain.
Kekhawatiran keamanan menjelang pelantikan presiden AS minggu ini juga menyeret sentimen investor, kata analis PVM Oil, Tamas Varga.
“Selain virus corona yang mengamuk, ketegangan pelantikan presiden pekan ini juga bisa menimbulkan keresahan di kalangan investor,” ujarnya.
Harga minyak kembali mengalami penurunan setelah data China menunjukkan ekonomi importir minyak terbesar dunia itu mempercepat pemulihannya dari pandemi.
Harga juga mendapat dukungan dari penurunan produksi minyak Libya, dengan Perusahaan Minyak Waha mengurangi produksi hingga 200.000 barel per hari karena pemeliharaan pada pipa utama yang menghubungkan ladang minyak Al-Samah dan Al-Dhahra ke pelabuhan Es Sider.