Jakarta (ANTARA) - Lebih dari 120.000 warganet China ingin membeli iPhone 12 yang diluncurkan pada Rabu (14/10), sedangkan 117.000 lainnya lebih memilih produk Huawei, demikian hasil survei National Business Daily.
Survei yang dilakukan oleh saluran media lokal itu, Kamis, secara terperinci menyebutkan bahwa 75.000 warganet mengaku akan beli iPhone 12 yang hadir dengan empat model terbaru.
Sekitar 49.000 lainnya masih menyatakan pikir-pikir sehingga jumlahnya diperkirakan mencapai angka 120.000 warganet pada hari-H peluncuran telepon pintar produk Apple yang memiliki kemampuan bekerja di jaringan komunikasi generasi kelima (5G) itu.
Namun ada sekitar 117.000 warganet China lainnya yang mengaku tidak akan beli iPhone 12 karena lebih memilih produk sejenis milik Huawei meskipun dilarang oleh Amerika Serikat.
Apple telah mengakibatkan kekecewaan saat iPhone gagal rilis pada pertengahan September akibat pandemi.
Namun pengumuman pada Rabu (7/10) mengenai rilis pekan depan itu menyebabkan saham Apple di bursa Hong Kong melonjak.
Harga saham Sunny Optical, pemasok modul kamera iPhone, asal China di bursa Hong Kong, Rabu, naik 5,1 persen.
Demikian halnya dengan saham AAC Technologies, pemasok komponen Apple asal Shenzhen, China, juga naik 3,33 persen di bursa Hong Kong.
Sementara pada kuartal kedua tahun ini Samsung dan Huawei, masing-masing mencatat 20 persen penjualan secara global, sedangkan Apple 13,5 persen, demikian data gsmarena.com.
Meskipun demikian di tengah pandemi ini Huawei mampu merebut 42,6 persen pasar China yang juga merupakan pasar utama Apple.
Warganet China melihat telepon pintar dalam negeri telah meluncurkan beberapa model baru yang lebih kompetitif.
Huawei bakal meluncurkan seri Mate 40 sebagaimana pemberitaan sejumlah media China.
"Saya akan membeli iPhone 12 jika harganya lebih kompetitif daripada seri Mate 40," demikian unggahan seorang warganet China.
Huawei termasuk salah satu dari produk teknologi China yang bakal dikenai sanksi oleh Presiden AS Donald Trump.
Sebelumnya Trump melarang TikTok, platform video berbagi yang dikembangkan perusahaan teknologi asal China ByteDance, di negaranya.
Sasaran Trump berikutnya adalah aplikasi layanan pesan singkat WeChat yang dikembangkan oleh Tencent.