Jakarta (ANTARA) - China tidak membutuhkan pemberian vaksinasi COVID-19 kepada masyarakat dalam skala besar, namun tetap mewaspadai kemungkinan terjadinya efek peningkatan ketergantungan antibodi (ADE) yang dapat menyebabkan kegagalan respons sistem kekebalan tubuh.
Pada saat perkembangan vaksin COVID-19 mengalami terobosan yang luar biasa, baik di dalam maupun di luar negeri, maka tidak perlu diberikan dalam skala besar, mengingat pandemi di China telah berhasil dikendalikan, demikian pernyataan Direktur Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Menular China (CCDC) Gao Fu kepada pers, Minggu (13/9).
Dia menyarankan penghematan penggunaan vaksin dan memberikan prioritas kepada orang-orang yang lebih membutuhkan, seperti penduduk setempat yang bekerja di negara berisiko tinggi atau petugas kesehatan yang sehari-hari bersinggungan dengan wabah tersebut.
Baca juga: Presiden minta ketimpangan tes COVID-19 antardaerah harus diperkecil
Sebagai petugas medis, Gao sendiri telah disuntik kandidat vaksin COVID-19 pada Juli lalu guna meningkatkan kepercayaan masyarakat setempat di tengah sentimen imunisasi.
Orang-orang yang bekerja di bidang katering, keamanan publik, petugas kebersihan, pegawai pemerintahan, dan staf pendidikan juga harus direkomendasikan mendapatkan vaksin, tambah Gao.
Baca juga: Kasus baru COVID-19 bertambah 3.806 orang jadi 214.746 kasus
Menanggapi kekhawatiran masyarakat akan munculnya dampak ADE yang bisa menyebabkan kegagalan sistem kekebalan tubuh dan penyakit tersebut makin sulit disembuhkan, Gao mengaku optimistis atas kemanjuran vaksin tersebut.
"Karena sebelumnya tidak ada pengembangan vaksin COVID-19, maka kasus ini menjadi hal yang utama dalam tataran ilmu pengetahuan. Ada kemungkinan vaksin itu menimbulkan efek ADE yang pertama kali akan kami hadapi," ujar Gao dikutip beberapa media di China.
Kasus ADE atau antibody-dependent enhancement pernah terjadi pada vaksinasi demam berdarah tahun 2017 sehingga salah satu negara menarik peredaran vaksin tersebut setelah ditemukan seorang anak sangat sensitif terhadap virus penyakit lain setelah disuntik vaksin tersebut.
"Meskipun belum ada laporan pernah terjadi pada vaksin COVID-19, kami tetap mewaspadai efek ADE pada pengembangan vaksin ini," kata Gao.