Jakarta (ANTARA) - Nilai tukar (kurs) rupiah yang ditransaksikan antarbank di Jakarta pada Kamis berpotensi menguat tipis seiring membaiknya data ekonomi global.
Rupiah dibuka menguat 8 poin atau 0,05 persen menjadi Rp14.275 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.283 per dolar AS.
"Rilisan data ekonomi AS yaitu data tenaga kerja dan data indeks aktivitas manufaktur bulan Juni semalam memberikan sentimen positif ke aset berisiko, karena data menunjukkan pemulihan ekonomi di tengah pembukaan kembali aktivitas ekonomi meski pandemi COVID-19 masih berlangsung," kata Kepala Riset dan Edukasi Monex Investindo Futures Ariston Tjendra di Jakarta, Kamis.
Selain itu, lanjut Ariston, pasar juga mendapat kabar baik dari kemajuan penemuan vaksin oleh perusahaan farmasi Pfizer.
Pagi ini, sejumlah aset berisiko Asia seperti indeks saham dan nilai tukar pasar berkembang terlihat menguat.
Namun demikian, sentimen negatif yang masih membayangi pergerakan pasar bisa menutupi sentimen positif tersebut.
Selain kekhawatiran pasar dengan terus meningginya kasus COVID-19 di dunia dan potensi gelombang kedua pandemi, pasar juga mendapatkan sentimen negatif baru dari disetujuinya UU pemberian sanksi bagi perbankan AS yang berbisnis dengan pejabat China yang menerapkan UU keamanan Hong Kong.
"Ini artinya UU sanksi ini sudah disetujui oleh dua partai yang saling beroposisi di AS. UU sanksi ini dikhawatirkan merembet ke urusan dagang kedua negara, AS dan China," ujar Ariston.
Ia menambahkan, notulen rapat bank sentral AS The Fed yang dirilis dini hari tadi juga memberikan indikasi kondisi ekonomi yang masih dalam tekanan untuk jangka waktu yang lama karena COVID-19.
"Rupiah mungkin bisa menguat tipis hari ini setelah beberapa hari ini dalam tekanan," katanya.
Ariston memperkirakan rupiah berpotensi bergerak di kisaran Rp14.150 per dolar AS hingga Rp14.330 per dolar AS.
Pada Rabu (1/7), rupiah melemah 18 poin atau 0,12 persen menjadi Rp14.283 per dolar AS dari sebelumnya Rp14.265 per dolar AS.