Medan (ANTARA) - Mahasiswa Polbangtan Medan, Wahyu Fikriansyah mengaku miris atas kondisi petani karet di daerahnya di Desa Pulau Harapan, Kecamatan Sembawa, Kabupaten Banyuasin, Provinsi Sumatera Selatan.
Demikian Wahyu dalam keterangan tertulisnya diterima, Rabu (1/7), yang melakukan kegiatan pendampingan kelompok tani salahsatunya petani karet di Pulau Harapan tersebut.
Baca juga: Mahasiswa Polbangtan Medan gotongroyong bersihkan lahan sawah petani Balunijuk terkena banjir
Baca juga: Mahasiswa Polbangtan Medan manfaatkan "styrofoam" makanan sebagai media tanam sayuran
Menurutnya, dampak COVID-19 mengakibatkan harga karet anjlok dan bahkan sejumlah petani dijumpai akan mengalihfungsikan usaha karetnya ke tanaman lain yang dinilai lebih prospektif.
"Saat ini banyak petani karet mengeluh karena harganya menurun. Imbasnya kurangnya inkam menutupi kebutuhan keluarga. Sebagian sudah ada yang ekspansi ke sayuran dan buah-buahan," katanya.
"Saat saya wawancara beberapa petani berharap pemerintah dapat mencarikan solusi permasalahan harga karet biar dapat normal seperti dahulu kala," ungkapnya.
Penjelasan Kepala Bidang Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Perkebunan (P2HP) Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian, kata Wahyu, mengatakan anjloknya harga karet Sumsel mencapai 12,8 persen dalam sepekan terkahir.
"Sejak awal Januari 2020 harga karet fluktuatif bakan cenderung stagnan di kisaran antara Rp16.000 - Rp17.000 per kilogram (kadar karet kering 100%), namun pertengahan Januari 2020 hingga saat ini terus mengalami penurunan harga," jelasnya.
Terjadinya penurunan harga karet tersebut dampak global pandemi COVID-19 sehingga menyebabkan negara tujuan ekspor karet seperti China terganggu. Bahkan terimbas ke sektor lain ekonomi masyarakat.
"Secara umum lebih 40 persen penduduk Sumsel menggantungkan hidupnya dari komoditas karet," kata Wahyu menambahkan.