Bogota (ANTARA) - Kasus infeksi virus corona (COVID-19) yang dilaporkan di Kolombia telah meningkat menjadi lebih dari 50.000, demikian diumumkan kementerian kesehatan negara itu pada Minggu.
Sementara itu, jumlah kasus COVID-19 di negara tetangga Kolombia -- Ekuador -- mendekati angka kenaikan yang sama.
Baca juga: Presiden Ghana sebut menkesnya terinfeksi virus corona
Baca juga: Terbaru COVID-19 AS: 2.038.344 kasus dengan 114.625 kematian
Kolombia telah melaporkan 50.939 kasus infeksi virus corona baru dan 1.667 kematian akibat infeksi tersebut. Di Ekuador, jumlah kasus COVID-19 telah melampaui 46.700 dan kematian mencapai 3.896.
Pasien penyakit infeksi virus corona baru itu membanjiri fasilitas kesehatan Ekuador, dan dalam beberapa kasus membuat pihak berwenang tidak dapat mengumpulkan jenazah serta memaksa pemerintah untuk sementara waktu menyimpan jenazah mereka dalam peti pengiriman berpendingin.
Ekonomi Kolombia telah terpukul oleh dua hal, yakni karantina untuk pencegahan penyebaran virus corona yang diberlakukan oleh Presiden Ivan Duque dan penurunan harga minyak.
Negara itu memasuki masa karantina nasional pada akhir Maret, dan karantina diperkirakan akan dicabut pada 1 Juli.
Namun, ketika sektor-sektor tertentu mulai dibuka kembali dan karantina mulai dilonggarkan, para petugas medis di Kolombia bersiap untuk lonjakan kasus COVID-19.
Masa karantina nasional di Kolombia telah menyebabkan ribuan bisnis ditutup, sehingga menyebabkan meningkatnya jumlah pengangguran.
Pada April, pengangguran di Kolombia mencapai 23,5 persen di daerah perkotaan, setara dengan lebih dari 4 juta orang yang kehilangan pekerjaan. Untuk itu, pemerintah Kolombia menjanjikan langkah-langkah bantuan lebih lanjut untuk membantu mereka yang paling terkena dampak.
Menurut kementerian keuangan Kolombia, ekonomi negara itu akan mengalami kontraksi 5,5 persen pada 2020 karena setengah lumpuh yang disebabkan oleh karantina.
Kolombia tampaknya akan memperluas defisit fiskal menjadi 6,1 persen dari produk domestik bruto (PDB) - setara dengan lebih dari 16 miliar dolar AS (sekitar Rp227,64 triliun) - dibandingkan sebelumnya sebesar 2,2 persen dari PDB.
Sumber: Reuters