Medan (ANTARA) - Salah satu aspek penting dalam penatalaksanaan penyakit kronis yang memiliki durasi pengobatan cukup panjang adalah perbaikan perilaku pengobatan.
Hal tersebut disampaikan Prof. Dr. Arlinda Sari Wahyuni, MKes, FISPH, FISCM di Medan, Senin (16/3), pada pidato pengukuhan jabatannyq sebagai guru Besar tetap bidang kesehatan masyarakat pada Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara di Gelanggang Mahasiswa, Kampus USU di Medan.
Ia mengatakan penangan penatalaksanaan penyakit kronis terdiri atas tiga tingkatan yaitu compliance (cakupan dimana pasien mengikuti saran oleh seorang profesional kesehatan dan menggunakan obat), adherence (cakupan dimana perilaku pasien sesuai dengan saran dari dokternya),
Concordance atau perilaku pengobatan yang paling atau harmonisasi yaitu hubungan yang harmonis pada pelayanan kesehatan antara pasien, petugas dan dokter yang merawat.
Adanya persetujuan antara pasien dan dokter dapat dicapai setelah ada komunikasi yang baik yaitu adanya kualitas interaksi dokter dan pasien dengan rasa respect (kepercayaan) dengan menerapkan prinsip partnership.
Menurut dia, penatalaksanaan penyakit kronis memerlukan waktu relatif lama yang harus tetap dimonitor dan dievaluasi secara objektif melalui penilaian dan pengukuran.
Untuk itu pasien harus memahami berbagai hal yang berkenaan dengan penyakitnya, agar penatalaksanaan dapat berjalan efektif, tidak putus di tengah jalan, dan dapat mencapai target, yaitu terkontrol atau terkendali.
"Hal ini sangat berkaitan dengan faktor edukasi, yang mengisyaratkan perlunya komunikasi efektif di antara pasien dan keluarganya dengan dokter dan petugas kesehatan yang merawatnya," katanya.
Dalam Pidato Pengukuhan yang berjudul “Harmonisasi Perilaku Pengobatan Penyakit Kronis pada Layanan Primer di Indonesia”, Arlinda mengatakan, kualitas interaksi antara profesional kesehatan dengan pasien penyakit kronis di layanan primer merupakan bagian yang penting dalam menentukan derajat kepatuhan.
Meningkatkan interaksi profesional kesehatan dengan pasien adalah suatu hal penting untuk memberikan umpan balik pada pasien setelah memperoleh informasi tentang diagnosis. Pasien membutuhkan penjelasan tentang kondisinya saat ini, apa penyebabnya dan apa yang mereka lakukan dengan kondisi seperti itu.
“Pada beberapa penelitian yang kami lakukan, kami mengembangkan pertanyaan-pertanyaan yang melibatkan antara interaksi dokter dan pasien seperti dokter menjelaskan secara lengkap mulai dari penyakit, penatalaksanaannya sampai pemantauan penyakit.
"Selain itu interaksi jelas terlihat ketika pasien mengkomunikasikan teknik atau cara menggunakan obat dengan benar, bahkan secara interaktif dokter meminta pasien untuk memperagakan cara penggunaan obat,” jalas Arlinda.
Disamping itu, tambahnya, dokter perlu pula berempati terhadap permasalahan pasiennya dan mau mendengarkan keluhan mereka. Dokter memahami masalah keuangan pasien dan memberikan penjelasan untung ruginya pengobatan yang diberikan secara ekonomi.
Hal ini menunjukkan bahwa dokter harus memperhatikan pemahaman farmakoekonomi dalam pengobatan.
Farmakoekonomi bukan berarti menunjukkan bahwa pasien diberikan obat yang murah. Namun farmakoekonomi di sini adalah pemberian obat yang sesuai dengan standar dan menimbulkan kesembuhan yang optimal pada pasiennya sekaligus mempertimbangkan aspek sosial ekonominya.
Untuk itu, jelas dia, peran dokter terhadap pasiennya adalah juga sebagai motivator, semangat dalam memberikan penjelasan, serta selalu melibatkan pasien dalam pengambilan keputusan tentang penyakitnya.
Komunikasi dokter-pasien yang efektif ditandai dengan adanya proses yang interaktif antara dokter dan pasien, dimana terjadi penyampaian informasi yang timbal balik antara dokter dan pasien secara efektif baik secara verbal maupun non verbal.
Komunikasi yang kolaboratif, proaktif dan menghargai pendapat pasien dalam pengambilan keputusan medis ternyata dapat membawa efek yang baik bagi outcome pengobatan.
“Penelitian-penelitian kami menekankan pentingnya komunikasi yang efektif antara dokter dan pasien, ke depannya diharapkan pada seluruh praktisi medis, khususnya dalam menangani penyakit kronis seperti TB paru, hipertensi, diabetes, HIV/AIDS, asma, dan lainnya dapat meningkatkan komunikasi yang efektif," katanya.
Prof Arlinda: Komunikasi efektif dokter-pasien tingkatkan perilaku pengobatan penyakit kronis
Senin, 16 Maret 2020 17:21 WIB 2396