Banda Aceh (ANTARA) - Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (ASITA) Aceh menyebut, industri pariwisata halal telah berjalan lama di provinsi syariat Islam sebelum istilah itu diperkenalkan dalam "World Halal Tourism Summit" di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab tahun 2015.
"Selama ini pemerintah di Aceh baik provinsi maupun kabupaten/kota, sudah melakukan. Mungkin porsinya (wisata halal) yang perlu ditambah, dan harus dilakukan secara terus menerus. Tak bisa berhenti," jelas Sekretaris ASITA Aceh, Totok Julianto di Banda Aceh, Rabu.
Baca juga: Asita prediksi jumlah wisatawan mancanegara ke Sumut 2020 bakal naik
Ia menerangkan, pihaknya dalam beberapa tahun terakhir juga telah mengikuti aturan yang ditetapkan oleh instansi terkait dengan pasarnya wisatawan domestik maupun asing yang memfasilitasi segala kebutuhan bagi umat muslim tersebut.
Mulai menawarkan paket perjalanan mengacu pada aturan hidup, mengadakan perjalanan, menentukan tujuan wisata, akomodasi hingga makanan pada daerah destinasi wisata di provinsi paling Barat Indonesia ini.
Seperti diketahui, istilah wisata halal mulai diperkenalkan ketika berlangsungnya even "World Halal Tourism Summit" di Abu Dhabi tahun 2015, karena menyadari pangsa pasar dari negara-negara muslim yang begitu besar, seperti Arab Saudi, Turki, Uni Emirat Arab, Malaysia, dan Indonesia.
Wisatawan muslim memerlukan kebutuhan meliputi kemudahan beribadah, mendapatkan makanan halal, nilai tambah ketika melakukan perjalanan, terjaga dari kemaksiatan, dan kemungkaran.
"Di Aceh cuma perlu ditambahkan, seperti bentuk-bentuk wisata halal, dan jenis-jenis wisata halal. Itu, bisa dikreasikan 'stakeholder' pariwisata. Contoh, halal logonya bukan seperti milik LPPOM MUI (Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia). Hari ini sertifikasi halal LPPOM MUI (mengeluarkan), bukan dari instansi lain," jelasnya.
Ia menyarankan, agar pemerintah daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota di Aceh segera memperoleh sertifikasi halal terutama bagi pelaku-pelaku pariwisata di destinasi wisata setempat.
"Agar wisatawan lebih yakin lagi, bahwa di Aceh pariwisatanya memang sudah halal ditandai dengan sertifikasi, dan didukung oleh pemerintah daerah," ungkap dia.
"Ini merupakan alternatif bagi wisatawan yang mencari wisata halal dengan jaminan penuh. Saya kira ini market-nya (pasar) bagus, dan perlu komitmen dari pemerintah baik provinsi dan kabupaten/kota di Aceh," tambah Totok.
Wakil Wali Kota Banda Aceh, Zainal Arifin meminta kalangan pelaku usaha pariwisata tidak ragu menjual wisata halal di provinsi tersebut.
"Jangan pernah ragu mempromosikan dan menjual wisata halal. Wisata halal juga disukai wisatawan nonmuslim," kata Zainal.