Tapanuli Utara (ANTARA) - Dua pihak ahli waris, yakni keturunan Raja Andreas, dan keturunan Kepala Kampung Onggang Lumbantobing terlibat saling klaim kepemilikan lahan pemandian air soda atau oleh masyarakat setempat disebut "aek rara", yang terletak di Desa Parbubu, Kecamatan Tarutung, Kabupaten Tapanuli Utara.
"Saling klaim kepemilikan lahan air soda berupaya kita mediasi atas permintaan para pihak. Itulah alasan keterlibatan Pemkab Taput dalam hal ini," terang Kepala Bagian Hukum dan Perundangan Alboin Butarbutar, Jumat (18/10).
Dikatakan, mediasi digelar untuk mencari "win win solution" atas persoalan air soda yang memuat kepentingan publik, dan juga telah menjadi ikon Taput, sehingga Pemkab bersedia sebagai mediator.
"Namun, pihak yang diundang, yakni Penasihat Hukum dari keturunan Kampung Onggang, tidak hadir. Hanya dihadiri Penasihat Hukum dari keturunan Raja Andreas, beserta kliennya," sebutnya.
Menurut Alboin, pihaknya masih akan mengupayakan mediasi tahap dua pada waktu yang belum ditentukan hingga akhirnya akan menyarankan kedua pihak untuk menempuh jalur, saat mediasi tidak juga membuahkan hasil.
Meja mediasi Pemkab Taput yang dipimpin Alboin didampingi Forum Koordinasi Pimpinan Kecamatan yang digelar semalam, Kamis (17/10), di Aula Kantor Camat Tarutung, berupaya mempertemukan kedua belah pihak bersama para penasihat hukum yang sebelumnya telah ditunjuk oleh masing-masing pihak, yakni Morton Lumbantobing dari Kantor Hukum Dolok Siatasbarita selaku kuasa hukum keturunan Raja Andreas, serta Haposan Hutagalung dari Kantor Hukum Haposan Hutagalung & partners selaku kuasa hukum keturunan Onggang Lumbantobing.
Agenda mediasi berlangsung mulai pukul 14.00 WIB hingga pukul 17.30 WiIB, setelah sebelumnya diulur dari pukul 13.00 WIB, untuk menunggu kehadiran Haposan Hutagalung, dan akhirnya dihadiri secara tiba-tiba oleh keluarga keturunan Onggang Lumbantobing.
Dalam mediasi terungkap, pemilik ihwal lahan air soda, Raja Andreas Lumbantobing, memiliki dua orang anak yakni Jacobus Lumbantobing, dan Johannes Lumbantobing.
Jacobus disebut hanya memiliki dua anak perempuan yang menikah dengan marga Hutahaean dan Simanjuntak, sementara Johannes memiliki putra bernama Marulak Lumbantobing.
Kedua putra Raja Andreas, menurut istri mendiang Marulak, yakni Nurisa boru Aritonang, telah menerima pembagian secara merata atas lahan air soda seluas 1.344 meter persegi.
"Kepemilikan Raja Andreas Lumbantobing atas tanah tersebut dibuktikan dengan adanya pembayaran 'balasting' atau pajak rodi nomor kohir 70 dan 71 sekitar tahun 1935," urai Penasihat Hukum Morton Lumbantobing.
Dijelaskan, hingga 1989, kliennya mengaku masih menanami pohon nangka, pisang, dan tanaman lainnya, di atas lahan dimaksud.
"Meski beberapa kali dilarang oleh pemilik sah, yakni Nurisa, istri Marulak. Secara sepihak, sekira tahun 1976, ayah pengelola saat ini, yakni Kepala Kampung Onggang tanpa seijin pemilik dengan dalih sekedar mengusahai dan akan mengembalikannya," jelas Morton.
Bukti lain yang dimiliki kliennya, kata Morton juga diperkuat adanya Surat Keterangan Kepemilikan Tanah yang diterbitkan oleh Kepala Desa Parbubu I, tertanggal 10 April 2017.
"Juga ada bukti selanjutnya, dimana pada Mei 1989, diadakan rapat untuk pengelolaan air soda oleh Pemkab Taput, dimana Kepala Kampung Onggang mengakui bahwa lahan tersebut hanya dia pakai sehingga dia bersedia agar air soda dikelola Pemkab," ujar Morton.
Sementara, pihak keturunan Kepala Kampung Onggang, yakni Rintar Lumbantobing mengaku memiliki alas hak atas lahan air soda berupa Surat Keterangan Kepemilikan, serta pengakuan lisan penguasaan lahan selama 50 tahun.
Penasihat Hukum Haposan Hutagalung, yang dikonfirmasi via selulernya juga menyatakan bahwa kliennya adalah pemilik sah lahan yang disengketakan karena sudah menguasainya selama kurang lebih 50 Tahun dan tidak pernah ada pihak yang menggugat.
"Klien saya sudah menguasai lahan tersebut selama kurang lebih 50 tahun, tidak pernah ada pihak yang menggugat. Kenapa baru sekarang ada pihak yang mengklaim," katanya.
Soal ketidakhadirannya sebagai kuasa hukum Rintar Lumbantobing, dalam mediasi, menurutnya harus dilihat dari urgensinya.
"Apa urgensinya saya sebagai kuasa hukum harus hadir, lagi pula surat pemberitahuan mediasi, baru saya terima satu hari, sementara saya tinggal di Jakarta," sebutnya.
Polemik saling klaim kepemilikan lahan pemandian air soda Tarutung
Jumat, 18 Oktober 2019 17:11 WIB 4764