Kairo, Mesir (ANTARA) - Setelah Mesir tersingkir secara menyakitkan dari Piala Afrika 2019, para pendukung tuan rumah terbelah perhatiannya antara mendukung sesama Arab atau tidak ketika Aljazair ditantang Senegal pada final turnamen sepak bola se-benua hitam itu.
Tetapi kebanyakan fans timnas Mesir menginginkan Senegal si Serigala Padang Pasir merengkuh juara untuk kedua kalinya di Stadion Internasional Kairo yang menyimpan banyak kenangan itu.
Sepuluh tahun lalu, stadion yang sama menjadi medan brutal dari bentrok berujung kekerasan antara pendukung Aljazair dan tuan rumah Mesir.
"Dalam soal penampilan, mereka memang layak berada di final dan menjuarai turnamen ini," kata Mohamed (32 tahun), seorang akuntan yang menonton beberapa pertandingan Aljazair. "Tapi saya harap mereka tidak menjuarai turnamen ini, karena bentrokan (antarsuporter sepuluh tahun silam) itu".
Mesir tersisih pada babak 16 besar melawan Afrika Selatan dan kekalahan itu memicu kekecewaan penonton yang memuncak dengan perombakan besar-besaran dalam tubuh asosiasi sepak bola Mesir.
Pada semifinal lalu antara Aljazair melawan Nigeria, saling umpat terjadi antara pendukung Aljazair dengan fans Mesir yang dengan antusiastis mendukung Nigeria yang kemudian dikalahkan Aljazair.
Persaingan antara dua raksasa sepak bola Afrika yang sama-sama berada di Afrika Utara itu kerap membuat Stadion Kairo menjadi tempat pertandingan menegangkan yang berubah rusuh.
Lusinan fans Mesir dan Aljazair terlibat bentrok dalam sebuah laga penentuan prakualifikasi Piala Dunia. Dan bentrok ini memicu krisis diplomatik di antara kedua negara, setelah media massa dan politisi kedua negara malah mendidihkan suasana yang sudah panas.
Banyak fans Mesir yang mendukung Aljazair karena solidaritas Arab tapi kemudian berubah setelah menyaksikan cara pendukung Aljazair merayakan keberhasilan mereka ke final di sudut-sudut kota Kairo.
"Saya mendukung mereka karena kami sesama Arab tetapi sesungguhnya saya tidak terlalu menyukai mereka setelah apa yang terjadi (dengan selebrasi pendukung Aljazair)," kata Ali, seorang mahasiswa berusia 23 tahun.
"Setelah apa yang terjadi pada pertandingan 2009, orang-orang mendukung siapa pun yang bermain melawan Aljazair," kata wartawan Hatem Maher.
Tapi bagi sebagian orang Mesir lainnya seperti pelatih sepak bola Mohamed, kemenangan Aljazair tidaklah buruk-buruk amat.
"Fans Aljazair sudah di sini dan senang, jadi mengapa kita tak ikut senang demi mereka," kata dia seperti dikutip AFP.