Semarang, 8/5 (Antara) - Sekelompok siswa Sekolah Menengah Kejuruan Nurul Barqi Semarang terdorong memodifikasi tongkat untuk membantu tunanetra berjalan yang bisa mendeteksi lubang dan genangan air.
"Kami modifikasi tongkat yang biasa digunakan penyandang tunanetra untuk membantu mereka berjalan," kata Trimo Tugiono (16), siswa SMK Nurul Barqi Semarang, di Semarang, Senin.
Kelebihan tongkat itu dilengkapi semacam alat untuk membantu mendeteksi lubang, genangan air, maupun penghalang yang mengirimkan peringatan melalui suara.
Bersama dua rekannya, yakni Maghfur Ramadhan (16) dan M. Abdul Malik (16) yang sama-sama dari Program Studi Mekatronika, ketiganya merancang alat canggih untuk membantu penyandang tunanetra itu.
"Tongkatnya kami pasangi semacam sensor ultrasonik, sensor air, dan terpenting adalah alat bernama 'Arduino Microcontroller' yang berfungsi menjalankan program ini," katanya.
Untuk mendeteksi lubang di jalan dan jarak, kata dia, sensor ultrasonik yang bekerja, sementara sensor air mendeteksi jika ada genangan air di depannya ketika berjalan.
Sebelum dipasang, Trimo mengatakan perangkat itu diprogram terlebih dulu agar bisa mendeteksi lubang, air dan penghalang, seperti tembok yang bisa dijangkau tongkat dalam jarak tertentu.
"Alat ini kemudian dihubungkan dengan 'speaker' yang akan mengirimkan tanda bahaya lewat suara. Dari percobaan kami, alat ini bisa mendeteksi dengan jarak satu meter," katanya.
Malik, rekannya menambahkan setidaknya menghabiskan dana sekitar Rp600 ribu untuk membuat alat yang masih prototipe itu, namun bisa membantu penyandang tunanetra dalam beraktivitas.
"Ya, masih butuh penyempurnaan. Antara lain, ukuran alat yang masih terlalu besar dan berat dipasang ditongkat, nanti akan kami sempurnakan sehingga lebih kecil bentuknya," katanya.
Ia mengakui masih terdapat "margin error" sekitar 25 persen, tetapi ke depannya akan disempurnakan lagi sehingga tingkat keakuratan dalam membaca data semakin tinggi.
Temuan ketiga siswa itu juga sempat dilombakan di ajang Creanovation Award 2017 yang digelar Universitas Dian Nuswantoro (Udinus) Semarang meski tidak merebut gelar juara.
"Ya, tentu saja kami berharap ada bantuan dari pemerintah untuk mengembangkan alat ini. Kalau bisa, Alhamdulillah. Syukur-syukur bisa diproduksi massal nantinya," pungkas Malik, diamini dua rekannya.