Medan, 2/6 (Antara) - Pengelolaan ketenagalistrikan yang diterapkan PT Perusahaan Listrik Negara di Sumatera Utara dinilai kurang mendukung program kedaulatan energi yang dijalankan Presiden Joko Widodo.
Dalam rapat dengan PLN di Medan, Kamis, anggota DPRD Sumut Budiman Pardamean Nadapdap mengatakan penilaian itu muncul melihat pola pengelolaan potensi ketenagalistrikan yang mengabaikan berbagai peluang.
Karena itu, tidak mengherankan jika Sumut "langganan" menjadi daerah yang mengalami krisis energi listrik meski memiliki potensi yang sangat besar.
"Kita berada di lumbung energi, tetapi selalu kekurangan energi," katanya.
Menurut dia, pihaknya mengetahui tentang banyaknya investor yang ingin menanamkan modalnya untuk membangun pembangkit listrik di Sumut.
Namun anehnya, sangat sedikit investor tersebut yang berhasil menanamkan modalnya meski peluang investasi cukup banyak selaras dengan potensi yang ada.
"Calon investor banyak, tetapi selalu gagal. Kita tidak tahu masalah dan kendalanya dimana," kata politisi PDI Perjuangan tersebut.
Pihaknya menilai PLN lebih cenderung memilih untuk menggunakan genset yang menggunakan BBM, dibandingkan dengan membangun Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA).
Padahal, Sumut memiliki banyak potensi hydro (air) yang dapat dimanfaatkan dalam operasional PLTA tersebut.
Pihaknya khawatir, keengganan untuk mendukung pembangunan PLTA tersebut disebabkan operasionalnya hanya mengunakan air, bukan seperti PLTU, PLTD, atau PLTMG yang menggunakan BBM yang dapat dimanfaatkan menjadi pemasukan.
"Jangan terapkan paradigma `kalau bisa dipersulit, kenapa harus dipermudah`. Apa karena tidak ada uang masuk (dalam operasional PLTA)?," katanya.
Salah satu fenomena yang cukup menjadi perhatian adalah pembangunan PLTA Asahan 3 yang berlokasi di Kabupaten Toba Samosir dan Kabupaten Asahan yang sekian tahun tidak mengalami kemajuan.
Padahal, Presiden Joko Widodo sudah memiliki komitmen kuat untuk mewujudkan kedaulatan energi dengan membangun berbagai pembangkit yang mampu menghasilkan 35 ribu MW dalam lima tahun.
"Bagaimana harapan itu bisa terwujud kalau untuk pembangkit hydro saja sulit terealisasi," kata mantan Ketua Tim Pemenangan Jokowi-JK untuk wilayah Sumut tersebut.
Ia mengharapkan asumsi negatif selama ini tidak terbukti bahwa pejabat PLN "betah" dengan pembangkit yang menggunakan BBM karena pemadaman yang terjadi bisa menjadi peluang pemasukan bagi pejabat BUMN itu.
"Kalau lima jam mati lampu, sekian ribu ton solar bisa menjadi pemasukan pejabat PLN," ujar Budiman.
Deputi Manager Pengendalian Operasi Sistem PLN Wilayah Sumut Parsaoran Siahaan membantah jika pemadaman tersebut menjadi keuntungan pribadi bagi pejabat PLN.
Jika terjadi pemadam akibat tidak beroperasinya mesin pembangkit, maka penggunaan BBM juga berhenti yang tercatat dalam penghitungan.
"Jadi, pendapatan individu atau perusahaan, tidak akan ada (dari pemadaman itu)," katanya.
Mengenai kelanjutan pembangunan pembangkit, kondisi itu sering disebabkan kesulitan mendapatkan izin prinsip setelah adanya pemberlakuan otonomi daerah.
Sedangkan tentang perkembangan pembangunan PLTA Asahan 3, pihaknya tidak berani menanggapi karena menjadi kewenangan Unit Induk Pembangkit (UIP).
"Apalagi sudah banyak yang tersangkut hukum. Nanti salah pula, ikut kena pula," kata Siahaan.