Balige, 28/6 (Antara) - Kain tenun Batak yang biasa disebut "ulos" hingga kini tetap ramai diburu wisatawan domestik maupun mancanegara untuk dijadikan sebagai souvenir, karena keunikannya yang khas dan kualitasnya tidak kalah bersaing dengan produk luar daerah.
"Selain digunakan konsumen sebagai kelengkapan prosesi adat Batak, tenun ikat tersebut selalu banyak diburu oleh para wisatawan untuk dijadikan sebagai buah tangan," kata Sianipar, pedagang ulos di Pasar Balerong Balige, Sabtu.
Ulos, kata dia, memiliki keistemewaan dan keunikan sebagai pakaian adat tradisional Batak serta menyimpan rahasia keterampilan seni yang tersendiri dalam proses pembuatannya dan biasa dipadukan dengan budaya.
Eksistensi ulos terlihat jelas, terutama dalam peranannya pada pelaksanaan berbagai budaya adat Batak. Kain tenunan khas Batak yang berbentuk selendang ini, merupakan lambang ikatan kasih sayang.
Proses pembuatannya bukanlah pekerjaan mudah dan butuh waktu lama. Lewat sentuhan tangan ahli, Ulos akan nampak semakin indah, dalam perpaduan warna yang dirangkai benang bermotif seni.
"Dari dulu hingga sekarang Ulos selalu diminati konsumen dan banyak dijadikan sebagai kado atau souvenir," kata Sianipar.
Hal senada disebutkan pedagang Ulos lainnya, Boru Panjaitan, yang mengaku penjualan selendang tenun untuk prosesi acara adat Batak itu terus mengalami peningkatan.
Sebab, kata dia, Ulos dibeli oleh konsumen untuk berbagai keperluan. Salah satunya, sebagai souvenir.
Boru Panjaitan menyebutkan, sejak generasi kakeknya, mereka sudah menggeluti usaha penjualan ulos di lods yang ditempatinya secara turun temurun.
"Harga Ulos ini sangat bervariasi. Ada yang dijual sekitar Rp50 ribu dan ada yang harganya mencapai jutaan rupiah. Tergantung jenis dan penggunaannya," katanya.
Hendarto, pengunjung pasar Balerong, berasal dari Surabaya mengaku dirinya sangat tertarik dengan motif ulos yang didominasi tiga warna khas Batak itu, yakni merah hitam dan putih.
Dikatakannya, beberapa lembar Ulos telah dibelinya, untuk souvenir sebagai kenang-kenangan dan pertanda dirinya pernah berkunjung ke kawasan danau Toba.
"Saya sangat mengagumi ulos yang dihasilkan alat tenun bukan mesin (ATBM) itu, karena kualitasnya lumayan bagus dan tidak kalah dengan sarung Suji yang ada di Palembang," katanya. (KR-HIN)