Balige, 31/5 (Antara) - Perkembangan tumbuhan eceng gondok telah menimbulkan masalah bagi kebersihan Danau Toba, Sumatera Utara, karena gulma tersebut menyebar dengan cepat pada permukaan air hingga tepi pantai dan berpotensi mencemari danau terluas di Asia Tenggara itu.
"Saat ini air Danau Toba berada dalam kondisi 'cemar sedang', sehingga diharapkan adanya upaya-upaya penyelamatan agar tingkat pencemaran tidak semakin parah," kata Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), M. Dani saat berkunjung di Balige, Kabupaten Tobasa, Sabtu.
Eceng gondok, kata dia, memiliki kecepatan tumbuh yang tinggi sehingga sering dianggap sebagai tumbuhan pengganggu (gulma) yang dapat merusak lingkungan perairan. Dengan mudah, tumbuhan ini menyebar melalui saluran air ke badan air lainnya.
Gulma ini bertumbuh cepat, terutama disebabkan oleh air yang mengandung nutrien yang tinggi serta kaya akan nitrogen, fosfat dan potasium.
Menurut Dani berdasarkan hasil identifikasi yang dilakukannya terhadap lebih 20 parameter yang diteliti menunjukkan, telah terjadi pencemaran sedang terhadap air di sejumlah lokasi di kawasan Lumban Silintong Balige, meski tidak separah di kawasan Haranggaol dan Parapat.
Diakuinya kondisi 'cemar sedang' itu hanya terjadi pada beberapa daerah yang terletak di pinggiran danau, sementara beberapa lokasi lainnya belum mengalami pencemaran.
Penyebab terjadinya pencemaran pada danau yang terletak di bagian tengah Provinsi Sumatera Utara itu, diduga akibat pembuangan limbah domestik, hotel, pertanian, serta berbagai limbah lainnya di atas baku mutu yang diperbolehkan.
"Perlu adanya tindakan penyelamatan, agar pencemaran air Danau Toba tidak menjadi semakin parah, mengingat kawasan danau ini sudah cukup terkenal dalam dunia pariwisata internasional," katanya.
Memang di satu sisi, tambah Dani, tumbuhan air yang banyak mengapung di perairan danau Toba ini bisa dikategorikan tanaman penggangu tidak berguna. Namun jika diolah dan dibuat menjadi hasil industri kerajinan tentu bisa menghasilkan rupiah.
Tumbuhan eceng gondok, bisa menghasilkan keuntungan usaha sebagai bahan dasar berbagai kerajinan tangan, jika jeli mencari peluang pengembangan binisnya.
Seiring dengan perkembangan iptek, bagian tanaman yang dikeringkan bisa dimanfaatkan menjadi bahan baku pembuatan tas wanita yang cantik, tatakan gelas, sendal, kopor, keranjang, tikar dan sebagainya.
Selamatkan air Danau Toba
Pemerhati lingkungan dari Tobasa, Marandus Sirait menyebutkan, keberadaan Danau Toba sebagai ikon pariwisata Sumatera Utara kini menjadi sorotan, akibat menumpuknya eceng gondok sekitar perairan hingga bibir pantai pada wilayah tertentu.
Di samping itu, kerusakan lingkungan di hutan-hutan penyangga danau terbesar di Indonesia ini membuat debit air Danau Toba semakin hari semakin berkurang. Padahal, air Danau Toba menjadi sumber pembangkit listrik PLTA Asahan I, II dan kelak III.
Penerima Kalpataru kategori Perintis Lingkungan tahun 2005 itu mengatakan, dirinya merasa ngeri memikirkan dampak yang terjadi atas kerusakan ekosistem danau Toba pada saat sekarang ini.
"Jika terus dibiarkan, degradasinya akan semakin parah. Apalagi, ditambah pembalakan liar di sekitar kawasan hutan di wilayah tersebut," katanya.
Menurut Marandus, gerakan moral serta tanggung jawab menyalamatkan danau yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia tersebut, harus merupakan panggilan nurani dan bukan keterpaksaan.
Hal tersebut tentunya harus diperlihatkan dengan aksi nyata bukan sekedar nyanyian nina bobo buat lingkungan hutan dan ekosistem danau Toba.
"Nilai-nilai kearifan yang terkandung pada kegiatan Kalpataru, perlu disebarluaskan kepada masyarakat luas, bahkan direplikasi sebagai model pengelolaan lingkungan hidup berbasis masyarakat," sebut Marandus.
Siahaan, pengusaha restoran dan hiburan di tepi pantai Lumbansilintong Balige menyebutkan, selain mencemari lingkungan, panorama alam yang terkenal cukup indah dan menawan di kawasan itu terganggu oleh gulma yang menyebar hingga tepi pantai.
Menurutnya, perkembangan populasi eceng gondok yang menimbulkan masalah bagi kebersihan danau itu, berpotensi menimbulkan dampak buruk bagi bisnis industri pariwisata di kawasan danau Toba.
"Pihak pemerintah perlu melakukan tindakan cepat dan dianggap tepat untuk menanggulangi perkembangan gulma yang mengganggu pemandangan serta kenyamanan bagi wisatawan yang berkunjung ke daerah ini," ujar Siahaan berharap. (KR-HIN)