Pepatah mengatakan, "untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak". Pepatah itu mungkin sering diajarkan, bahkan sejak masih duduk di sekolah dasar.
Namun, apakah pepatah itu dapat ditelan bulat-bulat jika dikaji dari segi kebencanaan? Mungkin, ada sedikit pengecualian dalam pandangan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
Kepala Pelaksana BPBD Sumatera Utara Dr Asren Nasution di Medan, Sabtu, mengatakan, unsur kemalangan dalam bencana memang tidak dapat ditolak karena faktor alam dan adanya unsur kehendak Tuhan.
"Namun kalau kita memiliki kesiapan, kerusakannya bisa diminimalisir," katanya.
Menurut Asren, kesiapan dalam menghadapi bencana mutlak diperlukan agar masyarakat mengetahui langkah-langkah perlu dilakukan jika menghadapi bencana.
Kesiapan tersebut bukan berarti masyarakat berharap adanya bencana, melainkan untuk menghindari kemungkinan terburuk dari musibah yang dialami di suatu daerah.
Secara institusi, upaya untuk menciptakan masyarakat yang memiliki kesiapan menghadapi bencana itu telah dilakukan melalui program "Pengurangan Risiko Bencana", baik di tingkat nasional oleh BNPB, mau pun kedaerahan oleh BPBD.
Di Sumatera Utara, program Pengurangan Risiko Bencana itu telah dilakukan dengan memberikan pelatihan kepada petugas BPBD dan pendidikan kepada masyarakat mengenai tindakan yang diperlukan jika mengetahui adanya bencana.
Untuk Sumatera Utara, kesiapan tersebut semakin dibutuhkan karena provinsi itu memiliki kerawanan cukup tinggi terhadap bencana yang berpotensi menimbulkan kerusakan besar.
Sebagai provinsi yang berada di atas patahan lempeng bumi, Sumatera Utara berpotensi mengalami gempa tektonik dengan kekuatan getaran yang cukup bervariasi.
Faktor yang lebih mengkhawatirkan, keberadaan gempa tersebut dapat menimbulkan gelombang tsunami, terutama di wilayah pantai barat Sumatera Utara yang berhadapan langsung dengan samudera luas.
Sumatera Utara juga memiliki gunung berapi seperti Gunung Sinabung di Kabupaten Karo yang telah dua kali mengeluarkan erupsi yakni pada 2010 dan 2013.
Kemudian, Sumatera Utara juga berpeluang menerima curah hujan yang cukup tinggi sehingga menimbulkan potensi banjir dan tanah longsor, apalagi jika dikaitkan dengan semakin berkurangnya daerah resapan air.
Selain itu, hujan deras tersebut juga berpotensi diserta petir dan angin puting beliung yang dapat menimbulkan kerusakan bagi lingkungan dan permukiman masyarakat.
Musibah angin puting beliung itu sudah sering terjadi, salah satu di antaranya pada awal September 2012 di Desa Paya Lombang, Kecamatan Tebing Tinggi, Kabupaten Serdang Bedagai yang menyebabkan atap dan seng rumah warga beterbangan.
"Tidak ada negara yang tidak memiliki ancaman bencana alam. Namun, risiko teruruk dalam bencana dapat dihindari jika kita memiliki kesiapan," katanya.
Kerawanan Sumatera Utara terhadap bencana juga diakui Gubernur Gatot Pujo Ngroho, baik dari aspek geografis, geologis, maupun demografis, dapat menimbulkan kerusakan dan bisa menghambat pembangunan.
Menurut Gatot, berbagai jenis bencana alam yang ada di Sumatera Utara itu bukan hanya menimbulkan kerugian materi dan kerusakan lingkungan, melainkan juga dapat menimbulkan korban jiwa dan pengaruh psikologis.
Secara prinsip, bencana alam merupakan sebuah fenomena yang tidak dapat dihindari karena berupa hukum alam yang disebabkan perubahan yang terjadi.
Untuk itu, diperlukan perubahan fokus penanganan bencana dari penanggulangan dan tanggap darurat menjadi kesiapan dan pengurangan risiko.
Demikian juga dengan upaya pencegahan, peman perencanaan pembangunan, persyaratan analisis risiko bencana, kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana.
Untuk memberikan hasil yang maksimal dalam pencegahan, kesiapsiagaan, peringatan dini, dan mitigasi bencana, diperlukan sinergitas antarelemen masyarakat.
Siapkan Gudang Peralatan
Salah satu upaya yang dilakukan BPBD Sumatera Utara dalam menghadapi bencana adalah menyiapkan gudang untuk menyimpan berbagai peralatan yang dibutuhkan dalam tanggap darurat.
Kepala Pelaksana BPBD Sumatera Utara Asren Nasution merencanakan gudang tersebut dibuat dengan memanfaatkan salah gedung di kawasan Bandara Polonia yang ditinggalkan pascaoperasional Bandara Kualanamu.
Sebagai mantan TNI yang pernah bertugas di Kostrad, Asren ingin memanfatkan gedung itu seperti ¿gudang aju¿ unk menampung peraltan yg dapat dipergunakan sewaktu-waktu.
Selain untuk mempercepat dan mempermudah tanggap darurat di Sumatera Utara, gudang tersebut juga daerah itu dapat menjadi penyangga provinsi tetangga seperti Aceh, Riau, dan Sumatera Barat yang memiliki kerentanan bencana lebih besar.
Jika terjadi bencana besar di Sumatera Utara, Aceh, Riau, dan Sumatera Barat, petugas tidak perlu menunggu bantuan dari pemerintah pusat di Jakarta. Jadi, dengan keberadaan gudang itu, dalam setngah hari sudah tiba di lokasi bencana," katanya.
Untuk merealisasikan rencana tersebut, BPBD Sumatera Utara akan berkoordinasi dengan pimpinan TNI Angkatan Udara (AU) yang mengelola Bandara Polonia yang dijadikan Lanud Soewondo Medan
Danud Soewondo Medan Kolonel Pnb Handoko mengatakan, pihaknya mendukung rencana menjadikan salah satu bagian Bandara Polonia sebagai gudang BPBD Sumatera Utara.
"Bisa saja, itu kan untuk kepentingan bersama. TNI AU juga memiliki tugas (penanggulangan bencana) itu," katanya.
Namun pihaknya menganggap perlu koordinasi dan pembahasan lebih lanjut untuk merealisasikan rencatersebut. "Perlu kita bicarakan, mana yang mau saya kembangkan, dan mana yang bisa dipakai BPBD," kata Danlanud.
Siapkan Rehabilitasi Bencana
Ternyata, kesiapan yang dibutuhkan bukan hanya ketika enghadapi bencana, melainkan juga dalam rehabilitasi bencana agar masyarakat di suatu daerah tidak terlalu lama menderita.
Menurut Kabid Rehabilitasi dan Rekonstruksi BPBD Sumatera Utara Ahmad Hidayat, kemampuan untuk melakukan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana sangat diperlukan bagi petugas BPBD, sesuai amanat UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana.
Namun, proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana tersebut tidak sepenuhnya dilakukan unsur pemerintah, melainkan melibatkan unsur masyarakat dan dunia dunia usaha.
Untuk itu, petugas BPBD diharapkan dapat menganalisa dan mendata kerusakan yang terjadi agar proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana yang dilakukan tepat sasaran dan memberikan hasil maksimal.
Dengan kemampuan tersebut, petugas BPBD diharapkan dapat membuat proposal dan usulan perbaikan yang diperlukan setelah memberikan tanggap darurat di daerah bencana.
Ia mengatakan, sesuai Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 17 tahun 2010, terdapat enam sasaran potensial dalam proses rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana, yakni aspek kemanusiaan, perumahan dan pemukiman, infrastruktur publik, ekonomi, sosial, dan lintas sektor.
Sedangkan komponen dalam penyelenggaraan rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana itu meliputi perencanaan, pendanaan, kelembagaan, pelaksanaan, serta pengawasan dan evaluasi.
Siapkan "Dana Abadi"
Perlunya kesiapan terhadap bencana untuk mengurangi kerusakan maksimal tersebut juga menjadi perhatian serius dari kalangan legislatif di Sumatera Utara.
Salah satu upaya yang perlu dilakukan adalah penyiapan "dana abadi" sebagaimana usulan anggota DPR Sumatera Utara dari Fraksi PDI Perjuangan Brilian Moktar.
Menurut Brilian, dana abadi itu sangat diperlukan agar BPBD dapat mengambil kebijakan dan langkah cepat ketika bencana terjadi. Dana tersebut berbeda dengan alokasi anggaran dalam anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) yang digunakan untuk kegiatan sehari-hari, termasuk gaji pegawai.
Dana abadi tersebut dapat disimpan dalam rekening tertentu yang hanya digunakan dalam tanggap darurat ketika bencana alam melanda.
"Dana itu harus ada agar BPBD tidak kebingungan dalam memberikan tanggap darurat dengan cepat," katanya.
Untuk dapat memberikan garuh besar dalam tanggap darurat, dana abadi yang perlu disiapkan tersebutnimal berjumlah Rp50 miliar.
"Kalau tidak ada minimal Rp50 miliar, BPBD sulit bekerja maksimal," ujar Brilian.
Indonesia Dapat Apresiasi
Ternyata, usaha keras bangsa Indonesia dalam memberikan tanggap darurat kebencanaan selama ini telah mendapatkan apresiasi dan pengakuan dari dunia internasional sebagai negara yang sangat responsif.
Adanya apresiasi dunia internasional itu disampaikan Kepala BNPB Syamsul Maarif dalam diskusi "Leadership Dan Kapasitas Pemda Dalam Penanggulangan Bencana" di Universitas Sari Mutiara Indonesia di Medan pada 28 Agustus 2013.
Sebenarnya, kata Syamsul Maarif, keberadaan Indonesia yang rentan dengan bencana karena berada diatas lempengan bumi itu baru diketahui dalam tujuh tahun terakhir.
Meski demikian, Indonesia dinilai cepat menyikapi kondisi itu sehingga telah memiliki kesiapan dan infrastruktur yang cukup lengkap dalam penanggulangan bencana.
Karena itu, du internasional memberikan apresiasinya. "Itu kabar baia dalam penanganan bencana," katanya.
Namun, Indonesia juga memiliki kabar buruk dalam upaya penanggulangan bencana berupa belum terciptanya sinkronisasi antara elemen pusat dan daerah.
Dengan pemberlakuan otonomi daerah, banyak upaya peggulangan bencana yang seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah di daerah memiliki hambatan.
Ia mencontohkan penanan bencana alam di Mentawai, Provinsi Sumatera Barat yang dalam tiga tahun terakhir kurang terpedulikan meski kebijakan pemerintah pusat telah jelas dan bantuannya cukup banyak.
Namun sayangnya, dengan berbagai hambatan dan dinamika yang ada, kebijakan pemerintah pusat tersebut tidak sampai ke daerah.
Karena itu, beberapa waktu lalu ada kelompok masyarakat Menai yang datang dan ingin "melabrak" BNPB karena dianggap tidak mempedulikan korban bencana alam di daerah tersebut.
"Setelah ditunjuk potret besarnya, baru mereka mengerti," katanya.
Meski telah mendapatkan apresiasi dari dunia internasional, tetapi pihaknya mengharapkan seluruh elemen bangsa untuk tidak berpuas diri, terutama unsur pemerintah daerah, mulai dari provinsi hingga kabupaten dan kota.
BNPB mengharapkan pemerintah daerah dapat meningkatkan kemampuan tanggap daruratnya karena menjadi penanggung jawab utama jika terjadi bencana alam.
Tanggung jawab pemerintah daerah itu amanat Pasal 5 UU Nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana dan Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 2008 tentang BNPB.
Harapan itu disampaikan karena cukup banyak pemerintah daerah yang tidak mengerti mengenai tindakan dan kebutuhan dalam penanggulangan bencana.
Meski memahami kepanikan yang muncul akibat bencana alam, tetapi pemerintah daerah diingatkan untuk tidak berlarut-larut kepanikan sehingga dapat menimbulkan penderitaan yang lebih lama bagi masyarakat.
"Panik itu tidak boleh lebih tiga hari. Kalau hari keempat masih panik, berarti ada yang salah dengan pemdanya," ujar Syamsul.
Selain kesiapan tanggap darurat, pemerintah daerah juga diingatkan tentang tanggung jawab dalam penyediaan anggaran penanggulangan bencana sesuai dengan amanat reformasi yang menghilangkan desentralisasi.
"Jangan ngomongnya desentralisasi, tetapi kerjaannya minta terus," katanya.
Butuh dukungan media
Salah unsur terpenting dalam menciptakan masyarakat yang memiliki kesiapan terhadap bencana adalah media massa yang menjadi "penyambung lidah" pemerintah kepada masyarakat.
Melalui media massa, kata Asren, masyarakat dapat menjadi cerdas dan memahami upaya yang perlu dilakukan jika mengetahui terjadinya sebuah bencana.
Masyarakat harus disadarkan, meski bencana tidak dapat ditolak, tetapi kehadirannya dapat "dimanage" agar tidak menciptakan kerusakan maksimal atau mengurangi korban lebih banyak.
Secara institusi, BNPB dan BPBD Sumatera Utara telah menyampaikan berbagai informasi yang dibutuhkan agar masyarakat semakin cerdas dan bijaksana dalam menghadapi bencana.
Kemudian, BNPB juga telah merintis kerja sama dengan Google untuk menyampaikan informasi kebencanaan kepada masyarakat melalui teknologi informasi.
BPBD Sumatera Utara juga sedang menjajaki kemungkinan kerja sama dengan pengelola telepon selular untuk menyampaikan informasi kebencanaan yang terjadi di daerah itu.
"Jadi, kalau terjadi bencana, informasinya bisa segera dikirim melalui telepon genggam. Mudah-mudahan bisa terealisasi untuk kepentingan masyarakat," ujar Asren. ***4*** Kaswir
(T.I023/B/Kaswir/Kaswir)
Perlukah Kesiapan Menghadapi Bencana?
Senin, 21 Oktober 2013 17:26 WIB 1652