Semarang, 15/9 (Antara) - Menteri Agama Suryadharma Ali mengaku heran ada pihak yang menyebut nasionalisme dikaitkan dengan warna sehingga hanya kelompok pemilik warna tertentulah berhak mengklaim sebagai paling nasionalis.
"Ketika saya memimpin sidang isbat, penentu awal Syawal, dasi yang saya kenakan berwarna hijau. Lantas, ada yang menyebut, itu tidak nasionalis," cerita SDA, sapaan akrab Suryadharma Ali, ketika memberi pencerahan pada halaqoh ulama di PondOk Pesantren Al Itqon, Semarang, Sabtu.
Ia mengaku bahwa pernyataan itu tidak masuk akal. Pasalnya, warna hijau tidak selalu identik dengan agama. Jika ada satu kelompok menggunakan warga hijau tidak nasionalis, tetapi justru merah justru nasionalis. "Siapa yang mendefinisikan hal itu?" tanya SDA.
Jika ingin mengklaim sebagai nasionalis, justru umat Islam dengan dukungan para ulama lebih berhak mengklaim sebagai yang nasionalis. Pasalnya, jauh sebelum negara ini berdiri para ulama telah memberi kontribusi positif terhadap umat di tanah air.
Kontribusi itu bisa terlihat pada bidang pendidikan. Jika saja ulama berpangku tangan, berapa banyak orang Indonesia yang buta huruf dewasa ini. Berapa banyak ulama melahirkan pejuang lewat lembaga pendidikan yang didirikannya jauh sebelum pemerintah ini berdiri.
Karena itu, ia minta umat Islam tidak terkecoh atau terombang-ambing dengan upaya pihak lain yang terus menerus mendiskriditkannya. Umat Islam harus tegar. Untuk itu diperlukan upaya kewaspadaan guna meningkatkan rasa nasionalisme di tanah air.
Menag yang kehadirannya di Pondok Pesantren tersebut didampingi Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saefudin, Dirjen Bimas Islam Abdul Djamal itu memberi apresiasi terselenggaranya halaqoh yang mengangkat tema "Lewat Pesantren Kita Perkokoh Empat Pilar Kebangsaan".
Dewasa ini, ia melanjutkan, pihak yang mendiskiritkan umat Islam itu umumnya mengangkat isu terorisme, aksi kekerasan. Menghadapi hal itu, seolah ulama merasa lelah menjelaskan tentang apa itu Islam yang rahmatan lil alamin.
Terkait dengan itu, ia mengimbau agar seluruh umat Islam di tanah air agar tidak merasa lelah. Jangan merasa habis energi karena itu. "Kita masih punya energi untuk itu," katanya.
Soal Islam dianggap tipis dari nasionalisme, ia mengatakan, jangan terlalu dikhawatirkan. "Justru umat Islamlah paling nasionalis," katanya menegaskan.
Ke depan, lanjut dia, yang terpenting bagaimana umat Islam bisa bergaul dalam masyarakat pluralis, bisa berdemokrasi dengan baik dan ikut mencerdaskan bangsa.
Ia mengajak para peserta halaqoh ulama itu bisa membawa perubahan. Terutama dalam memaknai Al Quran dan Hadist Nabi Muhammad SAW. (E001)