Depok, 31/5 (Antara) - Potensi pemilih pemula cukup besar, diperkirakan jumlahnya lebih dari 30 juta orang pada Pemilu 2014, namun banyak di antara mereka cenderung golput alias tidak menggunakan hak pilihnya.
Menurut Sekjen Partai Bulan Bintang (PBB), BM Wibowo, banyak pemilih muda yang tidak peduli dengan politik. Ini terjadi karena banyak praktik politik yang tidak simpatik, sehingga mereka malas ikut berpolitik.
Parpol, kata Wibowo, memiliki tanggung jawab untuk menyadarkan warga yang golput, sebab negara tidak akan mengalami kemajuan hanya dengan bersikap golput. "Apa pun yang akan terjadi, menggunakan hak pilih jauh lebih baik dari pada tidak melakukan apa-apa."
Banyak alasan pemilih untuk golput. Ada warga yang enggan memilih karena rumahnya jauh dari tempat pemungutan suara (TPS), ada juga karena alasan ideologi, ada pula karena parpolnya tidak lolos seleksi mengikuti pemilu.
Agar pemilih pemula ini mau menggunakan hak pilihnya, ujar Wibowo, parpol harus menampilkan kinerja yang baik, sehingga mereka memiliki harapan yang baik pula.
Pengamat politik dari CSIS, J Kristiadi juga memperkirakan banyak pemilih pemula bersikap apatis, tidak menggunakan hak suaranya pada pemilu 2014.
"Pertimbangannya, banyak pemilih pemula yang berpandangan belum menemukan parpol yang cocok atau kecewa dengan perilaku sejumlah politisi yang tersandung kasus korupsi selama ini," katanya.
Padahal, katanya, pemilih pemula yang jumlahnya lebih dari 30 juta jiwa pada 2014 adalah aset potensial untuk diperebutkan.
Karena itu, partai-partai politik harus bisa meyakinkan para pemilih pemula untuk berpartisipasi menggunakan hak pilihnya.
"Salah satu upaya meyakinkan para pemilih pemula, adalah dengan memperbaiki citra partai yakni menghapus persepsi korupsi," kata peneliti senior CSIS ini. Sikap masyarakat, termasuk pemilih pemula menjadi apatis terhadap partai politik karena perilaku sejumlah politisinya yang melakukan praktik korupsi, kolusi, dan nepostisme (KKN).
Perilaku tercela itu, terlihat dari cukup banyak kepala daerah yang diusung oleh parpol tersandung kasus hukum, baik sebagai tersangka maupun terpidana.
Sikap apatisme masyarakat ini membuat tingkat partisipasi pemilih pada pemilihan kepada daerah menjadi rendah.
Ia menunjuk contoh Pilkada Jawa Barat dan Sumatera Utara, di mana suara golput masih lebih tinggi daripada suara pasangan kepala daerah terpilih.
Pemerhati generasi muda asal Solo, FX Triyas Hadi P berpendapat, pemilih pemula sangat rawan dipolitisasi hingga mudah terjadi benturan horizontal.
Parpol dan politisi menilai pemilih pemula merupakan elemen masyarakat yang memiliki nilai tinggi apabila bisa dipengaruhi dan digaet.
Namun demikian menurut Triyas yang juga adalah Guru SMA Pangudi Luhur Santo Yosef Solo, generasi muda tergolong kritis yang kadang sangat sulit didekati.
Mereka lebih peka, cerdas dan sangat idealis dalam menentukan pilihan. Kelompok golput - warga berhak pilih yang secara sadar memutuskan tak menggunakan hal pilih itu - didominasi kelompok pemilih pemula.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2010, jumlah warga kelompok umur 10 tahun-14 tahun 22.677.490 orang dan kelompok umur 15 tahun-19 tahun 20.871.086 orang.
Jika diasumsikan kelompok umur 10 tahun-14 pada 2014 separuhnya berusia 17 tahun dan kelompok umur 15 tahun -19 tahun itu pada 2014 semuanya menjadi pemilih, berarti ada 32 juta juta potensi suara pemilih pemula pada Pemilu 2014.
Berdasarkan hasil survei terbaru Lembaga Survei Nasional, perilaku memilih (voting behavior) pemilih pemula berbeda dari masyarakat Indonesia pada umumnya, karena generasi muda cenderung rasional dan otonom, kata Direktur Eksekutif LSN Umar S. Bakry.
Dalam memilih calon presiden menurut hasil survei itu mayoritas pemilih pemula (46,4 persen) mengutamakan kemampuan capres dalam memecahkan masalah.
Selain itu rekam jejak atau track-record dan program kerja juga dipertimbangkan. Faktor-faktor primordial (suku, agama, dan ras) kurang berpengaruh.
Untuk menguji apakah faktor primordial cukup signifikan mempengaruhi voting behavior pemilih pemula, LSN menanyakan mengenai latar belakang suku capres.
Ternyata bagian terbesar responden (41,3 persen) tidak mempermasalahkan latar belakang suku capres.
"Ini berbeda dengan kecenderungan voting behavior masyarakat Indonesia secara umum yang mayoritas masih menghendaki Presiden RI mendatang berasal dari suku Jawa," kata Peneliti Utama LSN, Dipa Pradipta.
Berebut pemilih muda
Selain rasional, perilaku memilih (voting behavior) maka perilaku pemilih pemula juga cenderung bersifat otonom.
Mayoritas mutlak atau sebanyak 94,6 persen responden mengaku akan memilih capres atau partai sesuai dengan hati nurani dan pikirannya sendiri.
Hanya 3,6 persen yang mengaku akan meminta pendapat dan saran orang lain.
Sedangkan yang mengaku akan mengikuti pilihan orang yang disegani hanya 1,8 persen.
"Ini menunjukkan bahwa peranan tokoh acuan kurang dominan dalam menentukan perilaku memilih di kalangan pemilih muda," ujar Dipa.
Mengenai calon presiden (capres) dari kalangan partai politik, Aburizal Bakrie dan Wiranto paling banyak dipilih.
Sebanyak 18,6 persen responden memilih Aburizal Bakrie dan 16,4 persen memilih Wiranto. Prabowo Subianto yang elektabilitasnya selalu teratas dalam berbagai survei, ternyata hanya didukung oleh 12,5 persen responden.
Populasi survei LSN ini didapat dari pemilih pemula yakni yang berusia 16-20 tahun atau yang akan melakukan pemilihan pertama pada 2014.
Survei ini dilakukan pada 1-7 April 2013 di 33 provinsi seluruh Indonesia. Survei berdasarkan suara 1.230 responden. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara tatap muka dan memberikan kuisioner dengan margin of error 2,8 persen.
Sementara itu PDIP, Golkar, Hanura menjadi favorit pemilih pemula dan masuk tiga besar dalam hasil riset dari LSN tentang kecenderungan voting behavior di kalangan pemilih pemula menjelang Pemilu 2014.
Untuk parpol, PDI Perjuangan dan Partai Golkar masih bersaing ketat untuk menjadi pemenang di kalangan pemilih pemula.
Partai Hanura dan Partai Gerindra juga menjadi harapan baru para pemilih pemula setelah Partai Demokrat terbenam oleh serangkaian kasus korupsi.
"Sementara itu, partai-partai Islam masih belum berhasil merebut hati para pemilih pemula. Para pemilih pemula mempersepsikan partai-partai Islam cenderung bersifat konservatif dan anti perubahan," kata Dipa.
Namun demikian, menurut Wasekjen DPP Partai Kebangkitan Bangsa, Zainul Munasichin PKB berharap bisa mencuri tambahan suara dari sekitar 35 juta pemilih pemula dalam pemilu 2014 mendatang.
Potensi pemilih pemula yang sangat besar pada Pemilu 2014 membuat sejumlah parpol berusaha merebut suara pemilih muda.
Golkar misalnya, menurut Ketua DPP-nya Aziz Syamsuddin, terus mengakomodir kepentingan kaum muda. "Aspirasi anak-anak muda akan diakomodir seluas-luasnya."
Dia yakin Golkar bisa mendapat suara dari pemilih muda dan mengajak mereka memenangkan parpol ini pada Pemilu 2014 dan memilih Aburizal Bakrie sebagai salah satu calon presiden.
Sementara itu Kabid Humas Partai Keadilan Sejahtera, Mardani Ali Sera menyebutkan, partainya menargetkan meraih delapan juta suara pemilih pemula pada Pemilu 2014.
"Kami sudah menyiapkan streteginya lewat organisasi sayap berbasis kepemudaan di tiap wilayah untuk meraih suara pemilih pemula," katanya.
Organisasi sayap ini - Gema Keadilan ada di 29 provinsi dan Garuda Keadilan di 18 provinsi di seluruh Indonesia.
Masing-masing organisasi sayap kepemudaan ini memiliki basis massa yang berbeda-beda. Garuda Keadilan misalnya, beranggotakan siswa SMA kelas dua hingga mahasiswa semester kedua.
"Untuk Gema Keadilan lebih luas, tidak berbasis siswa/mahasiswa yang masih sekolah karena ada berbagai kelompok pemuda di dalamnya," kata Mardani.
Organisasi sayap kepemudaan itu akan terus diintensifkan untuk mengadakan acara berbasis anak muda guna mencairkan suasana di kalangan pemuda namun mereka tetap dapat transfer nilai-nilai partai.
Pemilih pemula yang meliputi pelajar, mahasiswa dan pekerja (buruh, karyawan) memiliki potensi dan nilai strategis serta menarik untuk dibidik.
Umumnya perilaku mereka penuh dengan idealisme, emosional, meledak-ledak, lebih rasional dalam berpikir dan haus akan perubahan. Pemilih pemula merupakan kelompok pemilih yang cerdas, melek politik dan sulit ditebak.
Seyogianya hak pilih pemilih pemula dimanfaatkan parpol sebaik-baiknya. Membuka profil, rekam jejak, visi-misi, dan kejelasan program-program yang ditawarkan merupakan kata kunci.
Sebaliknya, pemilih pemula yang rasional harus jeli, teliti dan kritis terhadap langkah yang dilakukan caleg dan parpol.
Tampaknya pemilih pemula yang cerdas akan lebih memprioritaskan kapabilitas, kredibilitas, integritas, profesionalitas dan program yang ditawarkan oleh parpol. (Z002)
Pemilih Pemula Cenderung Golput
Sabtu, 1 Juni 2013 0:31 WIB 1684