Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Al Maksum Langkat, Sumatera Utara Muhammad Sadri (47), dituntut pidana penjara selama 1,5 tahun, karena terbukti korupsi pemotongan biaya hidup Program Indonesia Pintar (PIP) mahasiswa tahun 2020–2023.
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Muhammad Sadri dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan penjara,” kata JPU (jaksa penuntut umum) Ria Tambunan di ruang Sidang Cakra VIII, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (18/11).
JPU Kejari Langkat menilai perbuatan terdakwa Sadri berdasarkan fakta persidangan telah memenuhi unsur-unsur melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider.
“Terdakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas dia.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,99 miliar lebih dengan ketentuan kerugian negara sebesar Rp1,65 miliar lebih yang telah dikembalikan oleh terdakwa pada tahap persidangan dengan cara ditransfer ke rekening masing-masing mahasiswa diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian negara," sebut JPU Ria.
Sehingga, lanjut JPU, terdakwa Sadri masih dibebankan untuk membayar sisa kerugian negara yang belum dikembalikan, yaitu sebesar Rp249 juta lebih.
"Dengan ketentuan apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) terdakwa tidak sanggup membayarnya, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," jelasnya.
Namun, apabila terdakwa Sadri tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka hukumannya ditambah selama sembilan bulan penjara.
Setelah mendengarkan tuntutan, Hakim Ketua Muhammad Kasim kemudian menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Senin (25/11), dengan agenda pledoi dari terdakwa,” ujar Muhammad Kasim.
Diketahui kasus dugaan korupsi ini terbongkar setelah tim Penyidik Pidsus Kejati Sumut melakukan penyidikan terkait pemotongan biaya hidup PIP tahun 2020-2023 di STKIP Al Maksum Langkat.
Dari hasil penyelidikan itu, terdakwa selaku Ketua STKIP Al Maksum melakukan pemotongan terhadap uang subsidi angkatan 2020 dan 2021 sebesar Rp1 juta per mahasiswa setiap semester.
Sedangkan untuk angkatan tahun 2022 sebesar Rp1,5 juta dengan modus sebagai biaya jas almamater, KTM (kartu tanda mahasiswa).
Kemudian, pengenalan kampus dan berbagai jenis lainnya, namun biaya tersebut kembali dikutip juga ke mahasiswa baru yang mendapat PIP.
Perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp8,15 miliar, berdasarkan hasil audit perhitungan keuangan negara oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024
“Meminta kepada majelis hakim agar menjatuhkan hukuman kepada terdakwa Muhammad Sadri dengan pidana penjara selama satu tahun enam bulan penjara,” kata JPU (jaksa penuntut umum) Ria Tambunan di ruang Sidang Cakra VIII, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Medan, Senin (18/11).
JPU Kejari Langkat menilai perbuatan terdakwa Sadri berdasarkan fakta persidangan telah memenuhi unsur-unsur melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan subsider.
“Terdakwa melanggar Pasal 3 Jo Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” jelas dia.
Selain pidana penjara, JPU juga menuntut terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan.
"Menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp1,99 miliar lebih dengan ketentuan kerugian negara sebesar Rp1,65 miliar lebih yang telah dikembalikan oleh terdakwa pada tahap persidangan dengan cara ditransfer ke rekening masing-masing mahasiswa diperhitungkan sebagai pengembalian kerugian negara," sebut JPU Ria.
Sehingga, lanjut JPU, terdakwa Sadri masih dibebankan untuk membayar sisa kerugian negara yang belum dikembalikan, yaitu sebesar Rp249 juta lebih.
"Dengan ketentuan apabila dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap (inkrah) terdakwa tidak sanggup membayarnya, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut," jelasnya.
Namun, apabila terdakwa Sadri tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut, maka hukumannya ditambah selama sembilan bulan penjara.
Setelah mendengarkan tuntutan, Hakim Ketua Muhammad Kasim kemudian menunda persidangan dan dilanjutkan pada pekan depan dengan agenda pembacaan nota pembelaan atau pledoi dari terdakwa.
“Sidang ditunda dan dilanjutkan pada Senin (25/11), dengan agenda pledoi dari terdakwa,” ujar Muhammad Kasim.
Diketahui kasus dugaan korupsi ini terbongkar setelah tim Penyidik Pidsus Kejati Sumut melakukan penyidikan terkait pemotongan biaya hidup PIP tahun 2020-2023 di STKIP Al Maksum Langkat.
Dari hasil penyelidikan itu, terdakwa selaku Ketua STKIP Al Maksum melakukan pemotongan terhadap uang subsidi angkatan 2020 dan 2021 sebesar Rp1 juta per mahasiswa setiap semester.
Sedangkan untuk angkatan tahun 2022 sebesar Rp1,5 juta dengan modus sebagai biaya jas almamater, KTM (kartu tanda mahasiswa).
Kemudian, pengenalan kampus dan berbagai jenis lainnya, namun biaya tersebut kembali dikutip juga ke mahasiswa baru yang mendapat PIP.
Perbuatan terdakwa menyebabkan kerugian negara sebesar Rp8,15 miliar, berdasarkan hasil audit perhitungan keuangan negara oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI.
COPYRIGHT © ANTARA News Sumatera Utara 2024